About

STAIN KEDIRI

STAIN KEDIRI
USHULUDDIN

Rabu, 25 Januari 2017

ISLAMISASI PERNIKAHAN ADAT JAWA (Study Kasus di Desa Sonorejo Wilayah KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri)



ISLAMISASI PERNIKAHAN ADAT JAWA

(Study Kasus di Desa Sonorejo Wilayah KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri)
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Dinamika sosial dan kebudayaan pasti akan dialami oleh semua daerah di dunia ini termasuk juga masyarakat Indonesia. Perubahan dan perkembangan zaman turut mempengaruhi bagaimana eksistensi kehidupan sosial dan budaya suatu daerah.. Pengaruh syi’ar Islam yang begitu pesat baik lewat media massa maupun media cetak juga membawa dampak perubahan terhadap masyarakat, kemunculan simbol-simbol Islami menghiasi layar televisi, seperti tren berhijab, tren membaca al-Qur’an, dan lain sebagainya seakan-akan memberikan dorongan kepada masyarakat, sehingga masyarakat akan dengan mudah mencontoh hal-hal tersebut. Hasilnya adalah pemaknaan atau perwujudan nilai-nilai budaya lokal tersebut semakin menurun.
Salah satu dari sekian banyak kebudayaan Indonesia adalah pernikahan adat masyarakat Jawa. Pernikahan adat jawa terkenal dengan kerumitan acaranya. Akan tetapi, perkawinan merupakan suatu upacara yang sangat penting dalam masyarakat Jawa. Karena makna utama dari upacara perkawian adalah pembentukan somah baru (keluarga baru, rumah baru) yang mandiri.[1]Selain makna tersebut, perkawinan juga dimaknai sebagai jalan pelebaran tali persaudaraan.[2]
Eksistensi nilai-nilai dari adat pernikahan Jawa pun tidak terlepas dari berkembangnya syi’ar Islam atau kegiatan Islamisasi. Akibatnya, beberapa bagian dari upacara itu kehilangan nilainya karena dirasuki, diabaikan, dan bahkan dihilangkan. Berdasarkan situasi dan perkembangan tersebut, penulis dalam penelitian ini  akan memaparkan bagaimana sistim perkawinan adat Jawa dengan susunan upacaranya. Pada bagian lainnya juga penulis memaparkan bagaimana eksistensi adat pernikahan Jawa ketika dihadapkan dengan Islamisasi budaya yang berkembang pesat. Semua pembahasan itu dirangkum dalam sebuah tema, Islamisasi Pernikahan Adat Jawa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sistim pernikahan adat jawa secara umum?
2.      Bagaimana Islamisasi pernikahan adat jawa di desa Sonorejo Wilayah KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri?

C.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk membuktikan bahwa budaya adat masyarakat jawa telah mengalami pergeseran nilai, khususnya dalam hal perkawinan adat jawa.
2.      Memberikan informasi semakin berkembang pesatnya ajaran Islam ditengah-tengah masyarakat
3.      Untuk mengetahui rangkaian upacara perkawinan adat di Desa Sonorejo Wilayah KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri.
4.      Untuk mengetahui Islamisasi budaya pernikahan adat jawa di Desa Sonorejo Wilayah KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri.
D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memberikan masukan yang bersifat ilmiah dan informasi yang bermanfaat. Selain itu penelitian ini juga berguna untuk menjawab kebutuhan yang lebih pragmatis di lingkup kebutuhan akademik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan terhadap keberlangsungan program-program KUA dalam perberdayaan masyarakat, khususnya dalam hal pelaksanaan pernikahan di Kecamatan Grogol. Pihak-pihak yang terlibat diharapkan mampu untuk memberikan respon atau tindakan yang positif.
Civitas akademika di sekolah, madrasah, dan kampus di harapkan juga mampu mengambil manfaat keilmuan dari penelitian ini, mereka yang menjadi agen-agen pengganti atau iron stock di dalam masyarakat harus paham faktor-faktor perubahan terhadap budaya lokal, karena tanpa mengetahui hal tersebut mereka cenderung akan kaku dalam memahami pola yang ada di masyarakat.
Sumbangsih yang paling utama yaitu terhadap masyarakat jawa, mereka yang menjadi objek penelitian kali ini harus paham bahwa mereka dihadapkan kenyataan bahwa adat jawa telah mengalami pergeseran nilai akibat proses Islamisasi budaya, mereka harus bersikap bijak artinya boleh menerima perubahan, namun perubahan yang sifatnya membangun dan memberi dampak yang positif bagi kelangsungan hidup bermasyarakat.

E.     Metode Penelitian
  1. pendekatan dan jenis penelitian
pendekatan yang digunakan dalma penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.[3] Menurut Lincoln dan guba, sebagaimana dikutip oleh Lexy J. Moelong bahwa terdapat beberapa ciri penelitian kualitatif, yaitu:
1.      Latar Ilmiah, menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai kebutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.
2.      Manusia sebagai alat instrument yakni penelitian sendiri atau dengan bantuan orang lain yang merupakan alat pengumpul data utama.
3.      Analisis data bersifat induktif
4.      Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan sub teori substantif yang berasal dari kata.
5.      Penelitian bersifat deskriptif
6.      Lebih mementingkan proses dari pada hasil.[4]
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu pengujian secara rinci terhadap suatu latar atau seseorang subjek, suatu keadaan, tempat penyimpangan dokumen peristiwa.[5] Dalam penelitian ini studi kasus dijadikan alat untuk meneliti tentang perkawinan adat jawa di desa Sonorejo wilayah KUA Kecamatan Grogol kabupaten Kediri dalam menghadapi Islamisasi budaya yang begitu pesat.
  1. Kehadiran Peneliti (Participation)
Dengan adanya pendekatan tersebut mengaharuskan adanya pastisipasi langsung oleh peneliti, oleh karena itu kehadiran peneliti sangatlah penting di dalam lingkungan yang diteliti. Dengan hadirnya peneliti maka kegiatan pengumpulan data akan lebih efektif, sebab peneliti secara langsung juga ikut merasakan apa yang telah dirasakan objek yang diteliti, selain itu peneliti juga bisa bersosialisasi dengan objek yang diteliti sehingga sewaktu melakukan pengamatan dan wawancara hubungan yang harmonis bisa terbangun antara objek dan peneliti, akhirnya objek dapat memberikan informasi yang sebenarnya dan senyatanya tanpa ada yang ditutup-tutupi lagi.
  1. Sumber Data
untuk memperoleh data dilapangan yang digunakan dalam menjawab dan mendeskripsikan masalah yang diteliti, maka peneliti mengumpulkan data dengan metode:
1)      Wawancara
Wawancara adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara peneliti dengan objek yang diteliti dengan cara bertatap muka mendengarkan secara langsung pemaparan informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
2)      Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diteliti.[6] Metode ini dilakukan untuk mengamati pelaksanaan rangkaian perkawinan adat jawa, termasuk juga perubahan-perubahannya.
3)      Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani yaitu benda-benda tertulis, buku-buku, majalah, catatan harian, dan dokumen perusahaan yang berhubungan dengan data yang diperlukan.[7]metode ini digunakan untuk mengetahui latar belakang perkawinan adat jawa di lokasi penelitian.


d) Analisis Data
analisis data adalah proses pencarian dan pengaturan data secara sistematik hasil wawancara, catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman terhadap semua hal yang dikumpulkan dan memungkinkan menyajikan apa yang ditemukan. Tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam menganalisis data: (1) reduksi data, merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, serta mencati tema dan polanya. (2) paparan data, merupakan sekumpulan informasi tersusun, dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. (3) penarikan kesimpulan, merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian berdasarkan analisis data.
e) pengecekan keabsahan data
keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan kriteria kredibilitas (derajat kepercayaan). Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan bahwa apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam latar penelitian. Untuk menetapkan keabsahan data atau kredibilitas data tersebut digunakan tehnik pemeriksaan sebagai berikut:
a.       Peranan Peneliti
keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, melainkan memerlukan waktu yang kurang lebih satu bulan, dengan kurun waktu tersebut peneliti akan mendapatkan data yang maksimal.
b.      Ketekunan Pengamatan
ketekukan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c.       Triangulasi
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.[8]


BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A.    Gambaran Umum KUA
1.      Latar Belakang
Kementerian Agama memiliki tugas yang sangat jelas dan penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu menjalankan tugas umum pemerintah dalam bidang agama.  Dalam menjalankan tugas-tugasnya Kementerian Agama sering dihadapkan pada aspek-aspek yang berkembang dalam masyarakat. Oleh sebab itu aparatur Kementerian Agama harus selalu siap dalam memberikan pelayanan yang prima dalam masyarakat.
Pernikahan adalah merupakan salah satu aspek yang menjadi perhatian serius oleh Kementerian Agama dalam hal ini dilakukan oleh KUA Kecamatan. Sebab, Kementerian Agama harus melaksanakan amanah Undang Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pada pasal 2 ayat 2 berbunyi : “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Perkawinan dan pernikahan bagi umat Islam disamping harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di KUA Kecamatan juga harus sesuai dengan hukum figh “Munakahat” baik segi syarat dan rukunnya. Sebagaiman yang telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1945 pada pasal 1 ayat 1 “Bahwa Perkawinan dilakukan menurut Agama Islam dan diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya”
Selain melakukan pelayanan dan  bimbingan dalam bidang nikah dan rujuk Kantor Urusan Agama Kecamatan juga mempunyai fungsi memberikan pelayanan dan bimbingan di bidang pengembangan keluarga sakinah dan pemberdayaan keluarga terbelakang; pelayanan dan bimbingan dibidang perlindungan konsumen dan pemberdayaan produk halal; pelayanan dan bimbingan serta pemberdayaan masyarakat dhuafa; bantuan sosial keagamaan; melaksanakan bimbingan baitul mal; serta pelayanan dan bimbingan/prakarsa dibidang Ukhuwah Islamiyah, jalinan kemitraan dan pemecahan masalah umat; disamping itu masih ada tugas lain yakni pelayanan dan bimbingan dibidang zakat, wakaf dan penyuluhan keagamaan kepada masyarakat.
2.      Visi dan Misi KUA Kecamatan Grogol
Kantor urusan agama kecamatan grogol mempunyai visi yaitu ”terwujudnya masyarakat kecamatan grogol yang beriman dan bertaqwa kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia dan sejahtera lahir batin.” Sedangkan misinya yaitu ”meningkatkan pelayanan prima dalam bidang pelayanan nikah, rujuk, dan ibadah sosial, bimbingan jaminan produk halal, pembinaan kemitraan islam dalam manasik haji.”
3.      Akuntabilitas Kinerja KUA Kecamatan Grogol
a)      Peristiwa Nikah
1.      Jumlah peristiwa Nikah di KUA Kecamatan Grogol pada tahun 2016 berjumlah:315N.
2.      Jumlah Buku Nikah/NA yang rusak 1, No :  JT. 4805457
3.      Jumlah peristiwa Rujuk di KUA Kecamatan Grogol pada tahun 2016 adalah Tidak ada.
4.      Jumlah Wali Nasab di KUA Kecamatan Grogol pada tahun 2016 adalah 278  peristiwa.
5.      Jumlah Wali Hakim di KUA Kecamatan Grogol adalah 37 peristiwa dan itu disebabkan, karena kehabisan wali nasab, tidak punya wali nasab dan juga karena walinya jauh.
6.      Jumlah Catin dibawah umur yang menikah di KUA Kecamatan Grogol pada tahun 2016 adalah 1 orang (laki-laki).
7.      Kasus-kasus keluarga selama tahun  2016 di KUA Kecamatan Grogol diantaranya :
a.       Disebabkan karena faktor ekonomi keluarga
b.      Sebab percekcokan yang tidak kunjung selesai
c.       Adanya pihak ke tiga
8.      Pembinaan Suscatin.
Pembinaan Suscatin yang dilaksanakan di KUA Kecamatan Grogol ditekankan pada rafa’an yang dijadwalkan pada hari Rabu, dan kegiatannya adalah pemeriksaan calon pengantin, administrasi dan pembinaan pernikahan.
b)     Kegiatan Produk Halal
Mengenai kegiatan Produk Halal, KUA Kecamatan Grogol telah mengadakan Kegiatan Sosialisasi Produk Halal tentang Penyembelihan Hewan Halal.
c)      Kemitraan Umat
Adapun kemitraan umat yang dilakukan dari KUA Kecamatan Grogol adalah sebagai berikut :
a.       Kepala KUA beserta Dinas terkait dan MUI terjun ke masyarakat untuk mengadakan penyuluhan / pembinaan.
b.      Kepala KUA mengikuti Diklat di Surabaya.
c.       Mengikuti Rukyah penetapan awal Romadhon dan Syawal.
d)     Kegiatan Sosial
Kegiatan Ibadah Sosial yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Grogol dengan mengadakan gerakan-gerakan yang bersifat mengarah dibidang Keagamaan dengan kegiatan ke desa-desa menghadiri pengajian.
e)      Kegiatan Keluarga Sakinah
Tentang Keluarga Sakinah KUA Kecamatan Grogol telah mengadakan pembinaan Keluarga Sakinah di tempatkan di Desa Kalipang, dan dipantau langsung Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.
f)       Pembinaan Jemaah Haji
Tentang pembinaan Jamaah Haji,  KUA Kecamatan Grogol pada tahun 2016 ini telah mengadakan Pembinaan Manasik Haji kepada orang putra dan putri, pembinaan itu bekerja sama dengan dinas-dinas yang terkait dan Organisasi Masyarakat. Agar supaya calon Jamaah Haji punya bekal ke tanah suci untuk melakukan Ibadah Haji dan agar menjadi Haji yang mabrur.
g)      Data Agama
a.       Jumlah Ulama se - Kecamatan Grogol 50 orang.
b.      Penyuluh Agama Islam KUA Kecamatan Grogol ada 8 orang.
c.       Jumlah penduduk menurut agama : 48.816 jiwa.
Dengan rincian :   
No
Desa
Islam
Protestan
Katolik
Hindu
Budha
Jumlah
1
GROGOL
9.886
-
67
1
1
9.955
2
CERME
7.363
73
131
3
-
7.570
3
SUMBEREJO
3.024
-
3
-
-
3.027
4
GAMBYOK
4.259
20
0
-
-
4.279
5
DATENGAN
4.352
7
0
-
-
4.359
6
WONOASRI
1.152
750
18
-
-
1.920
7
SONOREJO
6.439
-
18
-
-
6.457
8
BAKALAN
5.523
3
27
-
5
5.558
9
KALIPANG
4.697
-
550
444
0
5.691
JUMLAH
46.695
853
814
448
6
48.816

Jumlah Wakaf 120 Lokasi dengan rincian :
Wakaf yang sertifikat 84 lokasi
Wakaf non sertifikat 36 lokasi
d.      Data hewan qurban
No
Desa
Sapi (ekor)
Kambing (ekor)
Jumlah ekor
                                                              i.       
Grogol
4
20
24
                                                            ii.       
Cerme
4
23
27
                                                          iii.       
Sumberejo
3
25
28
                                                          iv.       
Gambyok
5
32
37
                                                            v.       
Datengan
4
23
27
                                                          vi.       
Wonoasri
2
9
11
                                                        vii.       
Sonorejo
4
21
25
                                                      viii.       
Bakalan
3
24
27
                                                          ix.       
Kalipang
0
12
12

Jumlah
29
189
218

e.       Jumlah tempat ibadah :
                    i.            Masjid       :   51Buah
                  ii.            Mushola    : 158 Buah
                iii.            Gereja        :     4 Buah
                iv.            Wihara       :     - Buah
                  v.            Pura           :     2 Buah

h)     Kegiatan Tahunan
a.       Kegiatan Lintas Sektoral
Kegiatan Lintas Sektoral selama yang terjalin  dengan pihak lain :
                          i.      Mengisi pembinaan mental di Pendopo Kecamatan.
                        ii.      Mengikuti Rapat Dinas terkait (konsolidasi) se - Kecamatan.
                      iii.      Mengikuti sholat malam di Pendopo Kabupaten dan di Kecamatan.
                      iv.      Mengadakan pawai Ta’aruf dalam rangka tahun baru Hijriyah.
                        v.      Mengadakan pembinaan TPQ/TPA se - Kecamatan.
b.      Kegiatan BP.4
Kegiatan BP.4 telah dilakukan oleh KUA Kecamatan Grogol
                          i.      Memberikan penasehatan setiap calon mempelai yang di KUA secara insedentil.
                        ii.      Memberikan pengarahan kepada masyarakat yang datang untuk minta penasehatan perkawinan.
                      iii.      Memberikan penyuluhan tentang Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan  Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Sekolah Menengah Pertama dan Atas.
c.       Pembinaan Agama Islam
                          i.      Kepala KUA telah mengadakan pembinaan Agama Islam, antara lain : Menghadiri undangan rutinan NU dan Muslimat.
                        ii.      Menyampaikan Khutbah Jum’at yang membutuhkan.
                      iii.      Menyampaikan Khutbah Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
                      iv.      Menghadiri undangan pengajian-pengajian.

B.     Gambaran Umum Desa Sonorejo











BAB III
PELAKSANAAN PROGRAM PRAKTIKUM

A.    Program  Kerja Praktikum

NO.
PROKER
Minggu 1
Minggu 2
Minggu 3
Minggu 4
Minggu 5
PJ
Desember - Januari
6
7
8
9
12
13
14
15
16
19
20
21
22
23
26
27
28
29
30
2
2
4
5

1.
Assessment (penjajakan)























Inggrit
2.

Surve lokasi penelitian























Anam
3.
Penyusunan laporan.























Dinas
4.
Administrasi KUA





k
o
n
d
i
s
i
o
n
a
l







Isma
5.
Pengurusan nikah









k
o
n
d
i
s
i
o
n
a
l



Mamba’
6.
Data tambahan























aan
7.
Pelepasan/perpisahan























Aida




B.     Aksi Praktikum
Kegiatan Mahasiswa selama Praktikum Pengkajian Sosial Keagamaan (PPSK)  di KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri, terhitung satu bulan, mulai dari tanggal 05 Desember 2016 sampai 05 Januari 2017. Rangkaiannya sebagai berikut.
05 Desember 2016
Pembukaan + silaturrohim
06 Desember 2016
Menyusun Program Praktikum
07 Desember 2017
Menyerahkan program praktikum ke DPL Pamong
08 Desember 2016
Membantu mencari register pernikahan
14 Desember 2016
Ikut serta dalam kegiatan KUA (Ijab Qobul)
15 Desember 2016
Rafa’an
21 Desember 2016
Ke lokasi penelitian (past 1)
22 Desember 2016
Rafa’an
28 Desember 2016
Menyusun Laporan
30 Desember 2016
Merapikan register pernikahan
04 Januari 2017
Ke lokasi penelitian (past 2)
05 Januari 2017
Penutupan PPSK 2016

Dalam setiap harinya selama satu bulan kami Praktikum Pengkajian Sosial Keagamaan (PPSK) di KUA Kecamatan Grogol, kami mengikuti setiap kegiatan yang ada di KUA Kecamatan Grogol, seperti halnya mencari register pernikahan untuk masyarakat yang mencari karena kehilangan buku nikah, mengikuti acara ijab qobul, rafa’an sampai legalisir. Selain itu kami juga mengadakan penelitian untuk menunjang Praktek Pengkajian Sosial Keagamaan (PPSK) yang disesuaikan dengan masalah-masalah atau hal-hal yang menarik untuk diangkat dalam judul laporan kami.

C.    Hambatan  dan Solusi Pemecahan
Dalam melakukan Praktikum Pengkajian Studi Keagamaan (PPSK), kami selaku peserta dari adanya PPSK itu sangat semangat dalam melakukan kegiatan tersebut yang dilaksanakan di KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Hambatan dalam PPSK ini adalah program pelaksanaan yang terlalu mepet serta dibarengi dengan terbenturnya jadwal PPSK denganjadwal kuliah. Namun, dengan hambaatan tersebut dari pihak STAIN Kediri dan juga pihak KUA Kecamatan Grogol memberi kebijakan kepada kami peserta PPSK untuk tidak mengadakan praktikum atau dapat datang terlambat jika ada jadwal perkuliahan. Dengan adanya kebijakan tersebut, kami dapat melaksanakan tugas kami keduanya, yaitu dapat hadir dalam perkuliahan dan juga dapat hadir dalam lokasi PPSK.
                 Kendala Selanjutnya yaitu Peserta PPSK merasakan kebingungan saat melaksanakan praktikum di karenakan tidak ada target yang jelas dari kampus, peserta hanya diserahkan sepenuhnya kepada pihak KUA tanpa adanya pegangan misalnya mapping keadaan sosial keagamaan masyarakat, program pengembangan masyarakat, atau juga program pengembangan KUA sendiri. Untuk menanggulangi keadaan tersebut secara tidak langsung menuntut peserta PPSK dengan sendirinya menyusun target dan juga program kerja, demikian juga kami lakukan selaku peserta PPSK yang bertempat di Kecamatan Grogol. Kedepannya diharapkan pihak kampus dapat memberikan pegangan dan juga target yang jelas yang hendak di capai untuk diimplikasikan di KUA, supaya manfaat yang nyata dapat dirasakan pihak-pihak terkait khususnya KUA dengan hadirnya program PPSK STAIN Kediri.

D.    Tanggapan Lembaga tempat PPSK terhadap Kegiatan Praktikum
Kegiatan Praktek Pengkajian Sudi keagamaan (PPSK) STAIN Kediri di KUA Kecamatan Grogol diharapkan dapat memberikan manfaat dan pengaruh positif bagi lembaga maupun masyarakat luas. Menanggapi kegiatan Praktek Pengkajian Sosial Keagamaan (PPSK) ini, KUA Kecamatan Grogol menyambut positif dan menerima kegiatan yang dilaksanakan oleh mahasiswa STAIN Kediri Program Studi Perbandingan Agama. Karena dengan adanya penelitian, merupakan bagian dari program kerja Praktek Pengakjian Studi Keagamaan (PPSK) dan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.



BAB IV
PEMBAHASAN

A. Sistem Perkawinan Adat Jawa Secara Umum
1. Memilih Jodoh
Pada umumnya tidak ada batasan dalam menentukan jodoh, apalagi di zaman modern sekarang ini. Namun, larangan-larangan yang sudah diwariskan oleh leluhur tidak boleh diabaikan. Larangan tersebut seperti, perkawinan di antara anggota kerabat terdekat (incest), perkawinan antara paman atau bibi dengan keponakkannya, perkawinan anak-anak dua orang anak laki-laki atau perempuan (paralel causin) dan bibit, bobot dan bebet (pendidikan, status sosial dan keturunan).[9] Dengan mengabaikan semua larangan di atas, dalam ramalan orang Jawa keluarga akan tidak berbahagia.
Kelas sosial merupakan masalah yang sangat penting. Darinya bisa melahirkan pertentangan antara suami-istri yang tidak kunjung selesai. Biasanya masalah pertentangan kelas itu terjadi di kota karena sistem kelas dalam masyarakat sangat nampak. Masalah utamanya adalah gengsi. Gengsi masyarakat masih tinggi sehingga malu jika beristri-bersuami orang yang statusnya rendah. Oleh karena itu kedua belah pihak masing-masing mempertahankan gengsinya. Untuk itu ada daerah-daerah di Jawa yang menggunakan jasa mak-jomblang untuk menghubungkan atau memperlancar suatu masalah yang berkenaan dengan masalah status sosial.Akibatnya untuk memilih jodoh seorang anak ditentukan oleh orang tua atau setelah mendapat persetujuan orang tua.
1.      Pinangan
Setelah menentukan jodoh, acara selanjutnya adalah pinangan. Pola pinangan yang benar menurut kejawen terdiri dari tiga tahap.[10]Pertama, perundingan penjajakan yang dilakukan oleh seorang teman atau saudara si pemuda dengan maksud menghindari rasa malu kalau ditolak. Kedua, nontoni (melihat-lihat). Dalam nontoni diadakan kunjungan resmi si pemuda bersama ayah atau sanak saudaranya ke rumah si gadis. Tujuannya untuk melihat calon dari dekat, memberi kesempatan kepada si gadis dan si pemuda untuk saling melihat dan juga agar orang tua bisa saling menilai. Ketiga, pinangan resmi yang bertujuan menentukan hari perkawinan berlangsung.
Pinangan telah selesai, kedua pasangan memasuki  masa pertuangan. Masa pertunangan bisanya tidak lama, bisa sehari atau dua hari saja atau sebulan.Dalam masa pertunangan keluarga laki-laki memberikan hadiah bagi pemudi. Hadiah itu bukan harga dari seorang pemudi, bukan pula emas kawin melainkan tanda bahwa persetujuan perkawinan telah tercapai. Hadiah tersebut berupa peningset dan sasrahan.[11]Peningset berupa seperangkat pakaian lengkap. Sasrahan berupa sapi atau kerbau yang akan disembelih dalam upacara perkawinan. Bisa juga kalau tidak ada sapi atau kerbau diganti dengan uang.

3. Upacara dan pesta perkawinan
Setelah semua pihak sepakat, uang dan bahan pangan sudah cukup dan hari serta bulan baik telah di pilih, upacara perkawinan boleh dilakukan. Upacara perkawinan dilakukan cukup rumit dan melalui beberapa tahap yang dijelaskan berikut ini.
a)      Pendaftaran Perkawinan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Grogol (naib).
Upacara ini harus ada karena sebuah perkawinan harus ada status resminya dan menyatakan bahwa mereka bagian dari sebuah bangsa yang memiliki agama. Hal tersebut sangat penting bagi agama Islam, para santri dan agama resmi negara; walaupun dalam adat Jawa sendiri hal tersebut tidak begitu penting. Pendaftaran pertama adalah pengantin perempuan dan selama pendaftaran tidak boleh bertemu pengantin laki-laki. Dalam pendaftaran itu, pengantin pria dan wanita juga meminta doa dari naib.
b)      Midodareni
Mododareni diadakan oleh keluarga pengantin putri. Upacara itu dihadiri oleh tetangga-tetangga sebagai tanda keharmonisan, kerukunan sosial dan keteraturan sosial.[12] Karena melambangkan kehamonisan antara unsur natural dan supernatural, mikrokosmos dan makrokosmos, kekuatan manusia dan makhluk lain.[13]Midodareni dilakukan pada malam hari.
Malam midodareni disebut malam sakral karena pada malam itu kedua pengantin sudah melakukan upacara siraman, kedua pengantin sudah bersih dan suci secara lahir dan batin dan kedua pengantin siap menanti perkawinan. Makna upacara midodareni adalah menunjukkan sikap suci kedua calon pengantin untuk menjalankan perkawinan, ucapan syukur kepada Allah dan memohon kepada Allah agar upacara perkawinan sukses. Tujuan acara midodareni adalah agar pengantin baru bisa hidup lestari, damai dan sejahtera bagaikan kehidupan bidadari.
Dalam upacara itu selain kedatangan pengantin laki-laki, menyambut berkat dari Allah yang dilambangkan dengan bidadari dan musyawarah panitia perhelatan perkawinan juga dibuat acara slametan tengah malam. Secara harafiah slametan berarti makan bersama secara keagamaan atau makan bersama yang disertai doa-doa keagamaan.[14]Secara umum slametan melambangkan tidak adanya gangguan dalam hidup manusia dan kesempatan bagi kedua orang tua pengantin memohon secara resmi agar arwah baureksa (nenek moyang) rumah dan desa memberikan kesehatan dan kesejahteraan kepada pasangan baru tersebut.
c)      Paesan
Pusat perhatian semua orang saat upacara perkawinan adalah pengantin. Karena itu, juru paes (rias) menghias pengantin sedemikian rupa sehingga mereka bisa menjadi raja sehari. Perempuan didandan seperti seorang putri, wajah dihias berwarna kuning, bibir merah menyala, bulu mata dilentikan, dahi dihiasi hitam pekat, rambut diatur sedemian rupa sehingga tampak rapi, dada dihiasi emas atau perak, tangan memakai gelang, telinga memakai giwang keemas-emasan. Sedangkan laki-laki didandan seperti orang eropa, memakai jas, dasi, celana warna gelap, sepatu atau sandal, blankon, serta pakaian tradisional Jawa.
d)     Pasang Tarub
Bila tanggal dan hari pernikahan sudah disetujui, maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu pemasangan tarub menjelang hari pernikahan.[15]Tarub dibuat dari daun kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari bambu, dan ijuk atau welat sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat, dilakukan upacara sederhana berupa penyajian nasi tumpeng lengkap. Bersamaan dengan pemasangan tarub, dipasang juga tuwuhan (sepasang pohon pisang raja yang sedang berbuah) yang dipasang di kanan kiri pintu masuk.Pohon pisang melambangkan keagungan dan mengandung makna berupa harapan agar keluarga baru itu nantinya cukup harta dan keturunan. Biasanya di kanan kiri pintu masuk juga diberi daun kelor yang bermaksud untuk mengusir segala pengaruh jahat yang akan memasuki tempat upacara, begitu pula janur yang merupakan simbol keagungan.
e)      Akad nikah
Akad berarti janji atau perjanjian.[16]Jadi, secara harafiah akad nikah berarti janji, perjanjian nikah.Perjanjian kedua mempelai dihadapan wali, dua petugas pencatat nikah dan dua orang saksi. Dalam upacara tersebut laki-laki membacakan shahadat yang diikuti oleh keluarganya.  Shahadat itu disebut Ta’liq Talaq yang berisi perjanjian kesanggupan laki-laki untuk menghidupi keluarganya dan jika diingkar akan dicerai.
Namun, upacara itu banyak ditentukan oleh agama dan aturan dalam negara. Agama Islam menyebutnya Ijab Kobul, agama Katolik menyebutnya Sakramen Perkawinan, agama Protestan menyebutnya Peneguhan dan agama Hindu dan Budha menyebutnya Pemberkatan.[17]Upacara tersebut biasanya dilakukan di rumah pengantin perempuan, Masjid dan KUA yang dipimpim oleh naib (pegawai pencatat nikah).Waktunya sebelum acara resepsi. Inilah saatnya pengantin pria datang ke rumah pengantin wanita.Ia harus berjalan kaki dan diiringin oleh teman-teman sebayanya. Pengantin perempuan berdiri di depan pintu dikelilingi oleh saudara-saudaranya dan para tetangga. Kedua pengantin dipapah dari segala sisi. Hal tersebut sebagai simbol bahwa kedua pengantin tidak bisa berjalan sendirian atau harus dibantu untuk sampai pada upacara tersebut.

f)       Balangan
Balangan merupakan acara saling melepas gantal pada bagian awal upacara panggih.[18]Karena makna dalam upacara balangan sangat tinggi, tata upacaranya pun sangat kaku. Misalnya, keselarasan kecepatan jalan kedua pengantin menuju titik temu, melempar gantal secara bersama-sama tidak saling mendahului, melempar gantal harus dengan tangan kanan dan pandangan lurus ke depan. Balangan  melambangkan tujuan suci perkawinan yaitu melepaskan segala bentuk keterikatan lainnya selain untuk perkawinan, menyatakan diri satu hati dan rasa dan menyadari kewajiban dan tanggung jawab bersama untuk membangun keluarga yang bahagia.[19]
g)      Panggih atau Temon (Perjumpaan)
Dalam kepercayaan orang Jawa temon merupakan acara paling penting dan merupakan puncak dari seluruh upacara perkawinan karena disinilah perhelatan dilangsungkan. Karena itu, jika cukup uang upacara temon dilaksanakan semeriah mungkin. Namun, itu tidak bersifat mutlak tergantung pada keadaan ekonomi atau bisa ditiadakan jika pengantin telah menikah sebelumnya.
Upacara panggih dilakukan sebagai berikut. Dengan mata tertunduk ke tanah keduanya didekatkan. Tangan mereka sejenak saling bersentuhan. Selanjutnya, kedua pengantin saling bertukar bunga dalam jambangan palsu. Berdiri bersama pada kuk tenggala lembu yang melambangkan ketakterpisahan dan bahwa hanya mereka berdualah yang benar-benar terlibat dan mengetahui apa yang terjadi dalam keluarga. Makan bersama dari sebuah pinggan dan minum bersama dari sebuah gayung dari tempurung kelapa (siwur) yang disodorkan oleh ibu dari penantin perempuan. Itu melambangkan perhatian seorang ibu kepada anaknya saat anak dalam krisis, sewaktu kecil memberi air susu dan saat dewasa memberi secangkir air.[20]
h)      Wiji Dadi
Upacara wiji dadi diawali oleh juru paes yaitu dengan mengambil telur dari dalam bokor, kemudian diusapkan pada dahi pengantin pria. Telur tersebut harus telur ayam kampung yang keluar pertama dan tidak cacat. Selanjutnya, telur itu dipecahkan telur dengan kaki kanan pengantin laki-laki.Putih telur melambangkan kesucian diri dan kuning telur melambangkan pecahnya selaput dara.[21]Jadi, wiji dadi mempunyai makna seksual.Dalam arti, diharapkan pasangan itu memperoleh keturunan sebagai penerus keluarga.
Pengantin wanita segera membasuh kaki pengantin pria menggunakan air yang telah diberi bunga. Mencuci kaki melambangkan suatu harapan bahwa "benih" yang akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan menjadi keturunan yang baik dan juga melambangkan pengabdian seorang istri pada suami.  Itulah yang disebut wiji dadi.
i)        Timbangan
Setelah upacara wiji dadi selesai, pengantin dibimbing masuk ke dalam rumah menuju sebuah tepat duduk yang dihiasi khusus. Namun sebelum duduk di pelaminan upacara timbangan dilakukan. Jalannya upacara sebagai berikut: ayah pengantin putri duduk di antara kedua pengantin. Pengantin laki-laki duduk di atas kaki kanan ayah pengantin wanita, sedangkan pengantin wanita duduk di kaki sebelah kiri.Kedua tangan ayah dirangkulkan di pundak kedua pengantin. Lalu ayah mengatakan bahwa keduanya seimbang, sama berat. Itu hanya sebuah simbol karena makna utama dari upacara timbangan adalah harapan bahwa antara kedua pengantin dapat selalu saling seimbang dalam rasa, cipta, dan karsa.
Di dalam ruangan mereka duduk di tempat yang dihias khusus. Mereka duduk tidak bergerak kecuali beberapa keperluan upacara agama dan menyalami tamu-tamu yang datang satu per satu. Duduk tidak bergerak ini diasosiasikan dengan kekuatan spiritual alam pikiran jawa. Dengan melakukan tapa kita berjalan menuju kekuatan di dalam dan luar diri kita.
j)        Kacar-kucur
Caranya pengantin pria menuangkan isi dari kantong klasa bangka (tikar pandan) kepada istrinya. Pengantin wanita menerimanya dengan kain mori putih/sindur yang diletakkan di pangkuannya.[22] Kantong itu berisi dhuwit recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak, kara, dan bunga telon (mawar, melati, kenanga atau kanthil). Makna dari kacar-kucur adalah menandakan bahwa pengantin pria akan bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya. Barang-barang yang dituangkan tersebut tidak boleh ada yang jatuh sedikit pun, maknanya agar pengantin wanita diharapkan mempunyai sifat gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah diberikan oleh suaminya.
k)      Dulangan
Dulangan merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling menyuapkan makanan dan minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol seksual, saling memberi dan menerima.[23]
l)        Sungkeman
Sungkeman dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk jengkeng dengan memegang dan mencium lutut kedua orangtua, baik orangtua pengantin putra maupun orangtua pengantin putri. Makna upacara sungkeman adalah suatu simbol perwujudan rasa hormat anak kepada kedua orangtua.[24]
m)    Boyongan dan Ngunduh Manten
Disebut boyongan karena pengantin putri dan pengantin putra diantar oleh keluarga pihak pengantin putri ke keluarga pihak pengantin putra secara bersama-sama.Ngunduh manten diadakan di rumah pengantin laki-laki.Biasanya acaranya tidak selengkap pada acara yang diadakan di tempat pengantin wanita meskipun bisa juga dilakukan lengkap seperti acara panggih biasanya. Hal itu tergantung dari keinginan dari pihak keluarga pengantin laki-laki.
B. Islamisasi Pernikahan Adat Jawa
1. Memilih Jodoh
Dalam memilih jodoh. Masyarakat desa Sonorejo juga masih mengutamakan kelas sosial, termasuk bibit, bobot dan bebet (keturunan, pendidikan, dan status sosial), namun yang belakangan ini terjadi di desa tersebut tingkat religiusitas seseorang juga menjadi pertimbangan dalam menentukan jodoh, semakin tinggi ketaqwaan dan kemapanan seseorang dalam hal agama akan sangat berpengaruh untuk dijadikan calon mantunya, apalagi jika calon mantu berasal dari pondok pesantren, pasti akan mendapat nilai lebih dari masyarakat.
2.      Pinangan dan Pertunangan
Pola pinangan yang dilakukan masyarakat Desa Sonorejo memang masih sesuai dengan adat jawa namun sedikit mengalami perubahan yaitu Pertama, perundingan penjajakan yang biasanya hanya diwakili oleh saudara atau kerabat namun saat ini kyai atau tokoh agama di dalam masyarakat juga diajak. Kedua, nontoni (melihat-lihat). Dalam nontoni diadakan kunjungan resmi si pemuda bersama ayah atau sanak saudaranya ke rumah si gadis dalam hal ini juga masih didampingi oleh seorang kyai. Tujuannya untuk melihat calon dari dekat, memberi kesempatan kepada si gadis dan si pemuda untuk saling melihat dan juga agar orang tua bisa saling menilai. Ketiga, pinangan resmi yang bertujuan menentukan hari pernikahan, dalam penentuan hari pernikahan semakin hari kepercayaan terhadap hari-hari sial seperti hari meninggalnya leluhur, bulan angker semakin luntur, masyarakat cenderung lebih memilih hari yang baik sesuai rekomendasi dari kyai, karena kyai diyakini mampu untuk menangkal hal-hal yang jahat diluar kendali manusia.
3. Upacara dan pesta perkawinan
Upacara perkawinan adat jawa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sonorejo mengalami perubahan, namun sebagian tetap bertahan dan sebagian lagi hanya mengalami percampuran dengan ajaran-ajaran Islam, supaya dapat lebih memahaminya dibawah ini realita upacara pernikahan yang terjadi di desa Sonorejo, yaitu sebagai berikut:
a.       Pendaftaran Perkawinan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Grogol (naib).
Pendaftaran pernikahan di KUA menjadi sangat penting bagi calon mempelai berdua karena menjadi legalitas resminya suatu pernikahan sesuai peraturan pemerintah. Pernikahan sirri yang selama ini di lakukan oleh masyarakat semakin hari semakin luntur, karena pernikahan sirri hanyalah pernikahan yang sah menurut agama sedangkan secara hukum negara tidaklah diakui, padahal dikehidupan yang sekarang ini banyak sekali hal-hal terkait administrasi Negara yang membutuhkan bukti pernikahan, akibatnya masyarakat lebih memilih untuk menikah secara resmi lewat KUA.
Pernikahan lewat KUA terdapat rangkaian-rangkain acara yang harus dilakukan oleh calon mempelai sekaligus keluarga calon mempelai, salah satunya adalah rafa’an, didalam acara rafa’an kesiapan pernikahan akan di cek ulang termasuk berkas-berkas dan juga pewalian pernikahan. Dalam acara rafa’an juga terdapat pembimbingan dari pihak KUA kepada calon mempelai, pembimbingan ini bersifat Islami karena disertai motivasi-motivasi kepada calon mempelai yang berlandaskan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits, calon mempelai dijelaskan keutamaan menikah dan juga manfaat pernikahan dari segi ketaqwaan terhadap Allah dan RasulNya, dengan hal ini mempelai berdua aka semakin mantap dan yakin dalam melaksanakan pernikahan.
b)      Midodareni
Masyarakat desa Sonorejo sudah tidak lagi melaksanakan upacara midodareni, karena dianggap menyulitkan bagi kedua keluarga, karena dilakukan pada malam hari serta memerlukan kelengkapan yang banyak. Selain itu upacara midodareni juga terdapat unsur syirik jika ditinjau dari segi agama Islam karena midodareni digunakan sebagai media untuk meminta kepada sosok lain selain Allah yaitu roh mbaurekso atau roh nenek moyang untuk memberikan restu dan kelancaran serta terhindarnya pernikahan dari mara bahaya.
Pihak keluarga dalam hal ini lebih memilih untuk berdo’a kepada Allah SWT, dari pada melangsungkan upacara midodareni, yang terpenting bagi pihak keluarga adalah substansi dari upacara midodareni terlaksana yaitu meminta kelancaran pernikahan.
c)      Paesan
Paesan atau pakean yang dipakai oleh pengantin pada acara pernikahan di Desa Sonorejo bukan lagi kental dengan pakean adat jawa dengan ciri penganten putri memakai kebaya dan konde sedangkan pengantin putra menggunakan blangkon, tetapi sudah berganti menjadi lebih Islami, yakni ditandai dengan lebih tertutupnya pakean kedua pengantin, pengantin putri menggunakan busana muslim lengkap dengan jilbabnya, sedangkan pengantin putra menggunakan pakean koko dan sambang tuo (sejenis kopyah tetapi sudah dihiasi).
d)     Pasang Tarub
Pemasangan tarub bagi masyarakat desa Sonorejo mengisyaratkan bahwa upacara pernikahan akan dilangsungkan secara besar dan mewah istilahnya adalah diramekne, karena dilihat dari segi biaya tidaklah murah untuk menyewa tarub pernikahan, selain biaya penyewaannya yang mahal pemasangan tarub juga membutuhkan bantuan banyak orang sehingga tetangga-tetangga juga ikut membantu.
Kalau ada tarub bisa dipastikan akan ada pula dekorasi pelaminan yang mewah untuk kedua mempelai, ornamen yang terdapat di dekorasi pelaminan yang selama ini hanya berupa ukiran-ukiran dan bunga-bunga, kini terkadang juga terdapat kaligrafi arab, isinya jelas tentang ayat-ayat pernikahan.
Didepan tarub terdapat pintu yang dihiasi pohon pisang di kedua sisinya, pohon pisang ini harus disertai pisang dan juga ontongnya (bunga pisang), hal ini menunjukkan bahwa pisang yang dipakai berupa pisang yang muda karena masih terdapat ontongnya. Masyarakat desa Sonorejo mengaggap bahwa hal itu adalah sesuatu yang mubadzir, dari sisi agama Islam pun juga mempunyai pandangan yang demikian, pisang yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk dimakan para tamu terbuang sia-sia karena hanya dijadikan hiasan di pintu masuk. Sehingga untuk menyiasatinya masyarakat menggantinya dengan pisang yang telah tua dengan dicarikan ontong dari pohon pisang lainnya.
e)      Akad nikah
Pelaksanaan akad nikah di desa Sonorejo sama dengan pelaksanaan akad nikah yang selama ini kita kenal dan sah menurut agama dan Negara yaitu hadirnya pengantin putra, pengantin putri, wali, dua orang saksi, serta sighot akad nikah itu sendiri. Namun yang menarik adalah banyak pengantin putra yang lebih memilih sighot arab untuk melangsungkan akad nikah, mereka berkeyakinan jika menggunakan sighot arab akan semakin memantapkan dan melancarkan perjalanan kehidupan berkeluarga nantinya.
Mahar diberikan langsung saat upacara akad nikah, hampir dapat dipastikan bahwa mahar yang diberikan oleh pengantin putra berupa seperangkat alat sholat, terkadang juga disertai hiasan masjid yang terbuat dari uang mahar.
Nilai-nilai Islami juga tercermin ketika akad nikah, yaitu diadakannya khutbah nikah yang biasanya disampaikan oleh naib atau kyai setempat, isi dari khutbah nikah berupa pesan-pesan spiritual tentang pernikahan dengan berlandaskan dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits, dengan khutbah nikah diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada kedua pengantin tentang makna-makna penting yang terkandung dalam pernikahan sekaligus memberikan wejangan-wejangan tentang hak dan kewajiban suami istri ketika sudah menikah
f)       Balangan
Balangan oleh masyarakat desa Sonorejo masih dilakukan, isi dari balangan berupa daun sirih yang dilipat, tehnik melemparnya juga masih sama yaitu mengutamakan keselarasan kedua pengantin untuk melemparkan balangan, tujuan dari balangan sendiri bagi masyarakat desa Sonorejo adalah melambangkan bersatunya kedua pengantin dalam suatu bingkai kehidupan yang baru.
g)      Panggih atau Temon (Perjumpaan)
Dalam upacara temon manten di desa Sonorejo bisa dibilang sama dengan upacara temon manten di tempat-tempat lain yang beraliran jawa, setiap rentetan upaca mengandung makna yang mendalam bagi yang melaksanakannya. Namun yang terlihat bahwa upacara temon telah mengalami akulturasi dengan nilai-nilai Islami, hal ini tercermin dari iring-iringan musik temon yang berupa sholawat nabi thola’al badru alaika atau yaa nabi salam alaika. Kedua sholawat ini yang paling sering digunakan untuk mengiringi upacara temon manten, mengapa demikian?, karena masyarakat menyakini bahwa ketika dalam upacara temon dihadirkan sholawat nabi maka secara tidak langsung Barakah akan mereka dapatkan, yang Barakah tadi tidak lain ditujukan untuk kedua pengatin agar kelak dalam menjalankan kehidupan berumah tangga juga senantiasa mendapat Barakah.
h)      Wiji Dadi dan Timbangan
Kedua upacara ini sama dengan pelaksanaan upacara penikahan adat jawa pada umunya hanya saja kesakralan kejawen yang terkandung di dalam setiap upacaranya mengalami kelunturan, nilai-nilai dan simbol-simbol Islam juga ikut mempengaruhinya.
i)        Kacar-kucur
Upacara masyarakat desa Sonorejo sama persis dengan pelaksanaan upacara kacur-kacur pada pernikahan adat jawa yaitu pengantin pria menuangkan isi dari kantong klasa bangka (tikar pandan) kepada istrinya. Pengantin wanita menerimanya dengan kain mori putih/sindur yang diletakkan di pangkuannya.[25] Kantong itu berisi dhuwit recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak, kara, dan bunga telon (mawar, melati, kenanga atau kanthil). Makna dari kacar-kucur adalah menandakan bahwa pengantin pria akan bertanggungjawab mencari nafkah untuk keluarganya. Barang-barang yang dituangkan tersebut tidak boleh ada yang jatuh sedikit pun, maknanya agar pengantin wanita diharapkan mempunyai sifat gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah diberikan oleh suaminya.
j)        Dulangan
Dulangan merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling menyuapkan makanan dan minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol keharmonisan kedua pengantin.
k)      Sungkeman
Di desa Sonorejo Sungkeman juga merupakan upacara yang wajib dilakukan oleh pengantin putra dan putri, sungkeman mempunyai makna yang dalam yaitu simbol bersatunya kedua keluarga dari pengantin, keluarga kedua pengantin yang diwakili orang tua masing-masing memberikan do’a dan restu untuk kedua pengantin agar dalam kehidupan berumahtangganya nanti bisa sakinah, mawaddah, warahmah, dan barakah.


l)        Boyongan dan Ngunduh Manten
Dalam upacara ngunduh manten masyarakat di desa Sonorejo terdapat juga nilai-nilai Islami yang terkandung yakni acara serah terima manten, inti dari acara serah terima ini adalah penyerahan pengantin putri terhadap pihak keluarga pengantin putra begitu pula sebaliknya yaitu penerimaan dari pihak pengantin putra terhadap pengantin putri. Yang menjadi sorotan adalah perwakilan dari masing-masing pengantin untuk melakukan serah terima adalah seorang tokoh agama, karena tokoh agama dianggap yang paling berkompeten dalam hal perwakilan, sekaligus tokoh agama dapat memberikan Mauhidloh hasanah kepada kepada kedua pengantin khususnya dan kepada tamu undangan yang hadir pada umumnya.


BAB V
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pernikahan adat masyarakat jawa mengandung nilai-nilai yang sangat tinggi, setiap rangkaian acaranya mempunyai makna yang dalam bagi masyarakat. Adapun rangkaian pernikahan adat jawa yaitu memilih jodoh, pinangan dan juga upacara pernikahan yang terdiri dari pendaftaran pernikahan ke KUA, Midodareni, paesan, pasang tarub, akad nikah, balangan, temon, wiji dadi, kacar-kucur, dulangan, sungkeman, dan boyongan.
Syi’ar Islam yang berkembang pesat ikut mempengaruhi pernikahan adat jawa di desa Sonorejo, nilai-nilai Islami mampu merasuki hampir disetiap rangkaian upacara adat jawa, akibatnya terjadilah akulturasi antara nilai-nilai Islam dan jawa. Bahkan bisa dibilang bahwa terjadi perubahan upacara adat jawa di desa Sonorejo menjadi semakin Islami.


Daftar Pustaka
Abu, Rivai (ed). Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988.
Bratasiswara R. Harmanto. Bauwarna: Adat Tata Cara Jawa. Jakarta: Yayasan Suryamirat,2000.
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Terjemahan Answab Maharin. Jakarta: Pustaka Jaya, 1983.
Geertz, Hildred. Keluarga Jawa. Terjemahan Hersri. Jakarta: Grafiti Pers, 1983.
Prior, John Mansford.Berdiri di Ambang Batas: Pergumulan Seputar Iman dan Budaya. Maumere: Ledalero, 2008.
Syam, Nur. Madzhab-Madzhab Antropologi. Yogyakarta: KkiS, 2007.
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2000)
Nana Sudjana, penelitian dan penilaian pendidikan (Bandung : Sinar Baru, 1989)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993)
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Sosial Dan Keagamaan (Malang:Kalimashada, 1996)



[1] Hildred Greeerz, Keluarga Jawa, terjemahan Hersri (Jakarta: Grafiti Pers, 1983), hlm. 58
[2] Ibid
[3]  Nana Sudjana, penelitian dan penilaian pendidikan (Bandung : Sinar Baru, 1989) hlm. 16
[4]  Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993) hlm. 175
[5]  Imron Arifin, Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Sosial Dan Keagamaan (Malang:Kalimashada, 1996), hlm 57
[6] Ibid. 70
[7]  Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, hlm. 149
[8] Moleong, Metodologi penelitian kualitatif., 175-178
[9]Rivai Abu (ed), Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), hlm. 44
[10]Nur Syam. Madzhab-Madzhab Antropologi (Yogyakarta: KkiS, 2007), hlm. 145.
[11]Ibid., hlm. 148.
[12]http://deteksi99.wordpress.com/2017/01/o1/perkawinan-adat-jawa
[13]Syam, op cit., hlm. 146.
[14]Hildred Geertz, op cit., hlm. 68
[15]http://deteksi99.wordpress.com/2017/01/01/perkawinan-adat-jawa
[16]R. Harmanto Bratasiswara, Bauwarna: Adat Tata Cara Jawa (Jakarta: Yayasan Suryamirat,2000), hlm. 12.
[17]  Ibid
[18]Gantal terbuat dari daun sirih yang ditekuk membentuk bulatan (istilah Jawa: dilinting) yang kemudian diikat dengan benang putih. Daun sirih merupakan perlambang bahwa kedua penganten diharapkan bersatu dalam cipta, karsa, dan karya
[19]Bratasiswara, op cit., hlm. 75.
[20]Cifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa, terjemahan Answab Maharin (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), hlm. 76
[21]Cifford Geertz, op cit.,  hlm. 76
[22]Bratasiswara, op cit., hlm. 289.
[23]http://deteksi99.wordpress.com/2017/01/01/perkawinan-adat-jawa/
[24]Bratasiswara, op cit., hlm. 751
[25]Bratasiswara, op cit., hlm. 289.

1 komentar: