ISLAMISASI PERNIKAHAN ADAT JAWA
(Study Kasus di Desa Sonorejo Wilayah KUA Kecamatan Grogol
Kabupaten Kediri)
BAB I
PENDAHULUAN
Dinamika sosial dan kebudayaan pasti akan dialami oleh semua daerah
di dunia ini termasuk juga masyarakat Indonesia. Perubahan dan perkembangan
zaman turut mempengaruhi bagaimana eksistensi kehidupan sosial dan budaya suatu
daerah.. Pengaruh syi’ar Islam yang begitu pesat baik lewat media massa maupun
media cetak juga membawa dampak perubahan terhadap masyarakat, kemunculan
simbol-simbol Islami menghiasi layar televisi, seperti tren berhijab, tren
membaca al-Qur’an, dan lain sebagainya seakan-akan memberikan dorongan kepada
masyarakat, sehingga masyarakat akan dengan mudah mencontoh hal-hal tersebut.
Hasilnya adalah pemaknaan atau perwujudan nilai-nilai budaya lokal tersebut
semakin menurun.
Salah satu dari sekian banyak kebudayaan Indonesia adalah pernikahan
adat masyarakat Jawa. Pernikahan adat jawa terkenal dengan kerumitan acaranya. Akan
tetapi, perkawinan merupakan suatu upacara yang sangat penting dalam masyarakat
Jawa. Karena makna utama dari upacara perkawian adalah pembentukan somah baru
(keluarga baru, rumah baru) yang mandiri.[1]Selain
makna tersebut, perkawinan juga dimaknai sebagai jalan pelebaran tali
persaudaraan.[2]
Eksistensi nilai-nilai dari adat pernikahan Jawa pun tidak terlepas
dari berkembangnya syi’ar Islam atau kegiatan Islamisasi. Akibatnya, beberapa
bagian dari upacara itu kehilangan nilainya karena dirasuki, diabaikan, dan
bahkan dihilangkan. Berdasarkan situasi dan perkembangan tersebut, penulis
dalam penelitian ini akan memaparkan
bagaimana sistim perkawinan adat Jawa dengan susunan upacaranya. Pada bagian
lainnya juga penulis memaparkan bagaimana eksistensi adat pernikahan Jawa ketika
dihadapkan dengan Islamisasi budaya yang berkembang pesat. Semua pembahasan itu
dirangkum dalam sebuah tema, Islamisasi Pernikahan Adat Jawa.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
sistim pernikahan adat jawa secara umum?
2.
Bagaimana
Islamisasi pernikahan adat jawa di desa Sonorejo Wilayah KUA Kecamatan Grogol
Kabupaten Kediri?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk membuktikan bahwa budaya adat masyarakat jawa telah mengalami
pergeseran nilai, khususnya dalam hal perkawinan adat jawa.
2. Memberikan informasi semakin berkembang pesatnya ajaran Islam
ditengah-tengah masyarakat
3. Untuk mengetahui rangkaian upacara perkawinan adat di Desa Sonorejo
Wilayah KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri.
4. Untuk mengetahui Islamisasi budaya pernikahan adat jawa di Desa Sonorejo
Wilayah KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri.
D.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini berguna untuk memberikan masukan yang bersifat
ilmiah dan informasi yang bermanfaat. Selain itu penelitian ini juga berguna
untuk menjawab kebutuhan yang lebih pragmatis di lingkup kebutuhan akademik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan
terhadap keberlangsungan program-program KUA dalam perberdayaan masyarakat,
khususnya dalam hal pelaksanaan pernikahan di Kecamatan Grogol. Pihak-pihak
yang terlibat diharapkan mampu untuk memberikan respon atau tindakan yang
positif.
Civitas akademika di sekolah, madrasah, dan kampus di harapkan juga
mampu mengambil manfaat keilmuan dari penelitian ini, mereka yang menjadi
agen-agen pengganti atau iron stock di dalam masyarakat harus paham
faktor-faktor perubahan terhadap budaya lokal, karena tanpa mengetahui hal
tersebut mereka cenderung akan kaku dalam memahami pola yang ada di masyarakat.
Sumbangsih yang paling utama yaitu terhadap masyarakat jawa, mereka
yang menjadi objek penelitian kali ini harus paham bahwa mereka dihadapkan
kenyataan bahwa adat jawa telah mengalami pergeseran nilai akibat proses
Islamisasi budaya, mereka harus bersikap bijak artinya boleh menerima
perubahan, namun perubahan yang sifatnya membangun dan memberi dampak yang
positif bagi kelangsungan hidup bermasyarakat.
E.
Metode Penelitian
- pendekatan dan jenis penelitian
pendekatan yang digunakan dalma penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.[3]
Menurut Lincoln dan guba, sebagaimana dikutip oleh Lexy J. Moelong bahwa
terdapat beberapa ciri penelitian kualitatif, yaitu:
1.
Latar
Ilmiah, menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai kebutuhan yang tidak
dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya.
2.
Manusia
sebagai alat instrument yakni penelitian sendiri atau dengan bantuan orang lain
yang merupakan alat pengumpul data utama.
3.
Analisis
data bersifat induktif
4.
Penelitian
kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan penyusunan sub teori substantif
yang berasal dari kata.
5.
Penelitian
bersifat deskriptif
6.
Lebih
mementingkan proses dari pada hasil.[4]
Sedangkan jenis penelitian yang
digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu pengujian secara rinci terhadap suatu
latar atau seseorang subjek, suatu keadaan, tempat penyimpangan dokumen
peristiwa.[5]
Dalam penelitian ini studi kasus dijadikan alat untuk meneliti tentang perkawinan
adat jawa di desa Sonorejo wilayah KUA Kecamatan Grogol kabupaten Kediri dalam
menghadapi Islamisasi budaya yang begitu pesat.
- Kehadiran Peneliti (Participation)
Dengan adanya pendekatan tersebut mengaharuskan
adanya pastisipasi langsung oleh peneliti, oleh karena itu kehadiran peneliti
sangatlah penting di dalam lingkungan yang diteliti. Dengan hadirnya peneliti
maka kegiatan pengumpulan data akan lebih efektif, sebab peneliti secara
langsung juga ikut merasakan apa yang telah dirasakan objek yang diteliti,
selain itu peneliti juga bisa bersosialisasi dengan objek yang diteliti
sehingga sewaktu melakukan pengamatan dan wawancara hubungan yang harmonis bisa
terbangun antara objek dan peneliti, akhirnya objek dapat memberikan informasi
yang sebenarnya dan senyatanya tanpa ada yang ditutup-tutupi lagi.
- Sumber Data
untuk memperoleh data dilapangan
yang digunakan dalam menjawab dan mendeskripsikan masalah yang diteliti, maka
peneliti mengumpulkan data dengan metode:
1)
Wawancara
Wawancara adalah proses Tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan antara peneliti dengan objek yang diteliti dengan cara
bertatap muka mendengarkan secara langsung pemaparan informasi-informasi atau
keterangan-keterangan.
2)
Observasi
adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan
mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diteliti.[6]
Metode ini dilakukan untuk mengamati pelaksanaan rangkaian perkawinan adat
jawa, termasuk juga perubahan-perubahannya.
3)
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dari sumber non insani
yaitu benda-benda tertulis, buku-buku, majalah, catatan harian, dan dokumen
perusahaan yang berhubungan dengan data yang diperlukan.[7]metode
ini digunakan untuk mengetahui latar belakang perkawinan adat jawa di lokasi
penelitian.
d) Analisis Data
analisis data adalah proses
pencarian dan pengaturan data secara sistematik hasil wawancara,
catatan-catatan, dan bahan-bahan yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman
terhadap semua hal yang dikumpulkan dan memungkinkan menyajikan apa yang
ditemukan. Tiga tahapan yang harus dikerjakan dalam menganalisis data: (1) reduksi
data, merupakan kegiatan merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada
hal-hal penting, serta mencati tema dan polanya. (2) paparan data,
merupakan sekumpulan informasi tersusun, dan memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. (3) penarikan kesimpulan,
merupakan hasil penelitian yang menjawab fokus penelitian berdasarkan analisis
data.
e) pengecekan
keabsahan data
keabsahan data
dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan kriteria kredibilitas
(derajat kepercayaan). Kredibilitas data dimaksudkan untuk membuktikan bahwa
apa yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam latar
penelitian. Untuk menetapkan keabsahan data atau kredibilitas data tersebut
digunakan tehnik pemeriksaan sebagai berikut:
a.
Peranan
Peneliti
keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data.
Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, melainkan
memerlukan waktu yang kurang lebih satu bulan, dengan kurun waktu tersebut
peneliti akan mendapatkan data yang maksimal.
b.
Ketekunan
Pengamatan
ketekukan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur
dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari
dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c.
Triangulasi
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu.[8]
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A.
Gambaran Umum KUA
1.
Latar Belakang
Kementerian Agama memiliki tugas yang sangat jelas dan penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara yaitu menjalankan tugas umum pemerintah dalam bidang
agama. Dalam menjalankan tugas-tugasnya Kementerian
Agama sering dihadapkan pada aspek-aspek yang berkembang dalam masyarakat. Oleh
sebab itu aparatur Kementerian Agama harus selalu siap dalam memberikan
pelayanan yang prima dalam masyarakat.
Pernikahan adalah merupakan salah satu aspek
yang menjadi perhatian serius oleh Kementerian Agama dalam hal ini dilakukan
oleh KUA Kecamatan. Sebab, Kementerian Agama harus melaksanakan amanah Undang Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pada pasal 2 ayat 2 berbunyi : “Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Perkawinan dan pernikahan bagi umat Islam
disamping harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) di KUA Kecamatan juga harus sesuai dengan
hukum figh “Munakahat” baik segi syarat dan rukunnya.
Sebagaiman yang telah diatur dan ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun
1945 pada pasal 1 ayat 1 “Bahwa Perkawinan dilakukan menurut Agama Islam dan
diawasi oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang ditunjuk
olehnya”
Selain melakukan pelayanan dan bimbingan dalam bidang nikah dan rujuk Kantor
Urusan Agama Kecamatan juga mempunyai fungsi memberikan pelayanan dan bimbingan
di bidang pengembangan keluarga sakinah dan pemberdayaan keluarga terbelakang;
pelayanan dan bimbingan dibidang perlindungan konsumen dan pemberdayaan produk
halal; pelayanan dan bimbingan serta pemberdayaan masyarakat dhuafa;
bantuan sosial keagamaan; melaksanakan bimbingan baitul mal; serta pelayanan
dan bimbingan/prakarsa dibidang Ukhuwah Islamiyah, jalinan kemitraan dan
pemecahan masalah umat; disamping itu masih ada tugas lain yakni pelayanan dan
bimbingan dibidang zakat, wakaf dan penyuluhan keagamaan kepada masyarakat.
2. Visi dan Misi KUA Kecamatan Grogol
Kantor urusan agama kecamatan grogol mempunyai
visi yaitu ”terwujudnya masyarakat kecamatan grogol yang beriman dan
bertaqwa kepadaTuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia dan sejahtera lahir batin.”
Sedangkan misinya yaitu ”meningkatkan pelayanan prima dalam bidang pelayanan
nikah, rujuk, dan ibadah sosial, bimbingan jaminan produk halal, pembinaan
kemitraan islam dalam manasik haji.”
3.
Akuntabilitas Kinerja KUA Kecamatan Grogol
a) Peristiwa Nikah
1. Jumlah peristiwa Nikah di KUA Kecamatan Grogol
pada tahun 2016 berjumlah:315N.
2. Jumlah Buku Nikah/NA yang rusak 1, No : JT. 4805457
3.
Jumlah peristiwa Rujuk di
KUA Kecamatan Grogol pada tahun 2016 adalah Tidak ada.
4.
Jumlah Wali Nasab di KUA
Kecamatan Grogol pada tahun 2016 adalah 278 peristiwa.
5.
Jumlah Wali Hakim di KUA
Kecamatan Grogol adalah 37 peristiwa dan itu disebabkan, karena kehabisan wali
nasab, tidak punya wali nasab dan juga karena walinya jauh.
6.
Jumlah Catin dibawah umur
yang menikah di KUA Kecamatan Grogol pada tahun 2016 adalah 1 orang (laki-laki).
7.
Kasus-kasus keluarga
selama tahun 2016 di KUA Kecamatan
Grogol diantaranya :
a. Disebabkan karena faktor ekonomi keluarga
b.
Sebab percekcokan yang
tidak kunjung selesai
c. Adanya pihak ke tiga
8. Pembinaan Suscatin.
Pembinaan
Suscatin yang dilaksanakan di KUA Kecamatan Grogol ditekankan pada rafa’an yang dijadwalkan pada hari Rabu, dan
kegiatannya adalah pemeriksaan calon pengantin, administrasi dan pembinaan pernikahan.
b) Kegiatan Produk
Halal
Mengenai
kegiatan Produk Halal, KUA Kecamatan Grogol telah mengadakan Kegiatan Sosialisasi
Produk Halal tentang Penyembelihan Hewan Halal.
c) Kemitraan Umat
Adapun kemitraan umat yang dilakukan dari KUA Kecamatan
Grogol adalah sebagai berikut :
a.
Kepala KUA beserta Dinas
terkait dan MUI terjun ke masyarakat untuk mengadakan penyuluhan / pembinaan.
b.
Kepala KUA mengikuti
Diklat di Surabaya.
c. Mengikuti Rukyah penetapan awal Romadhon dan
Syawal.
d) Kegiatan Sosial
Kegiatan
Ibadah Sosial yang dilakukan oleh KUA Kecamatan Grogol dengan mengadakan
gerakan-gerakan yang bersifat mengarah dibidang Keagamaan dengan kegiatan ke
desa-desa menghadiri pengajian.
e) Kegiatan Keluarga
Sakinah
Tentang
Keluarga Sakinah KUA Kecamatan Grogol telah mengadakan pembinaan Keluarga
Sakinah di tempatkan di Desa Kalipang, dan dipantau langsung Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur.
f) Pembinaan Jemaah
Haji
Tentang
pembinaan Jama’ah Haji,
KUA Kecamatan Grogol pada tahun 2016 ini telah mengadakan Pembinaan
Manasik Haji kepada orang putra dan putri, pembinaan itu bekerja sama dengan
dinas-dinas yang terkait dan Organisasi Masyarakat.
Agar supaya calon Jamaah
Haji punya bekal ke tanah suci untuk melakukan Ibadah Haji dan agar menjadi
Haji yang mabrur.
g) Data Agama
a.
Jumlah Ulama’ se - Kecamatan Grogol 50
orang.
b.
Penyuluh Agama Islam KUA
Kecamatan Grogol ada 8 orang.
c. Jumlah penduduk menurut agama : 48.816 jiwa.
Dengan rincian :
No
|
Desa
|
Islam
|
Protestan
|
Katolik
|
Hindu
|
Budha
|
Jumlah
|
1
|
GROGOL
|
9.886
|
-
|
67
|
1
|
1
|
9.955
|
2
|
CERME
|
7.363
|
73
|
131
|
3
|
-
|
7.570
|
3
|
SUMBEREJO
|
3.024
|
-
|
3
|
-
|
-
|
3.027
|
4
|
GAMBYOK
|
4.259
|
20
|
0
|
-
|
-
|
4.279
|
5
|
DATENGAN
|
4.352
|
7
|
0
|
-
|
-
|
4.359
|
6
|
WONOASRI
|
1.152
|
750
|
18
|
-
|
-
|
1.920
|
7
|
SONOREJO
|
6.439
|
-
|
18
|
-
|
-
|
6.457
|
8
|
BAKALAN
|
5.523
|
3
|
27
|
-
|
5
|
5.558
|
9
|
KALIPANG
|
4.697
|
-
|
550
|
444
|
0
|
5.691
|
JUMLAH
|
46.695
|
853
|
814
|
448
|
6
|
48.816
|
Jumlah Wakaf 120 Lokasi dengan rincian :
Wakaf yang sertifikat 84 lokasi
Wakaf non sertifikat 36 lokasi
d. Data hewan qurban
No
|
Desa
|
Sapi (ekor)
|
Kambing (ekor)
|
Jumlah ekor
|
i.
|
Grogol
|
4
|
20
|
24
|
ii.
|
Cerme
|
4
|
23
|
27
|
iii.
|
Sumberejo
|
3
|
25
|
28
|
iv.
|
Gambyok
|
5
|
32
|
37
|
v.
|
Datengan
|
4
|
23
|
27
|
vi.
|
Wonoasri
|
2
|
9
|
11
|
vii.
|
Sonorejo
|
4
|
21
|
25
|
viii.
|
Bakalan
|
3
|
24
|
27
|
ix.
|
Kalipang
|
0
|
12
|
12
|
|
Jumlah
|
29
|
189
|
218
|
e. Jumlah tempat ibadah :
i.
Masjid
:
51Buah
ii.
Mushola
: 158 Buah
iii.
Gereja
: 4 Buah
iv.
Wihara
:
- Buah
v.
Pura
: 2 Buah
h) Kegiatan Tahunan
a. Kegiatan Lintas Sektoral
Kegiatan Lintas
Sektoral selama yang terjalin dengan
pihak lain :
i.
Mengisi pembinaan mental
di Pendopo Kecamatan.
ii.
Mengikuti Rapat Dinas terkait (konsolidasi) se - Kecamatan.
iii.
Mengikuti sholat malam di
Pendopo Kabupaten dan di Kecamatan.
iv.
Mengadakan pawai Ta’aruf
dalam rangka tahun baru Hijriyah.
v.
Mengadakan pembinaan
TPQ/TPA se - Kecamatan.
b. Kegiatan BP.4
Kegiatan BP.4 telah dilakukan oleh KUA Kecamatan Grogol
i.
Memberikan penasehatan setiap calon mempelai yang di KUA secara
insedentil.
ii.
Memberikan pengarahan kepada
masyarakat yang datang untuk minta penasehatan perkawinan.
iii.
Memberikan penyuluhan
tentang Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Sekolah
Menengah Pertama dan Atas.
c. Pembinaan Agama Islam
i.
Kepala KUA telah mengadakan pembinaan Agama Islam, antara lain :
Menghadiri undangan rutinan NU dan Muslimat.
ii.
Menyampaikan Khutbah Jum’at yang membutuhkan.
iii.
Menyampaikan Khutbah Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
iv.
Menghadiri undangan pengajian-pengajian.
B.
Gambaran Umum Desa Sonorejo
BAB III
PELAKSANAAN PROGRAM PRAKTIKUM
A.
Program Kerja Praktikum
NO.
|
PROKER
|
Minggu 1
|
Minggu 2
|
Minggu 3
|
Minggu 4
|
Minggu 5
|
PJ
|
||||||||||||||||||
Desember - Januari
|
6
|
7
|
8
|
9
|
12
|
13
|
14
|
15
|
16
|
19
|
20
|
21
|
22
|
23
|
26
|
27
|
28
|
29
|
30
|
2
|
2
|
4
|
5
|
|
|
1.
|
Assessment (penjajakan)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Inggrit
|
2.
|
Surve lokasi penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Anam
|
3.
|
Penyusunan laporan.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Dinas
|
4.
|
Administrasi KUA
|
|
|
|
|
|
k
|
o
|
n
|
d
|
i
|
s
|
i
|
o
|
n
|
a
|
l
|
|
|
|
|
|
|
|
Isma
|
5.
|
Pengurusan nikah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
k
|
o
|
n
|
d
|
i
|
s
|
i
|
o
|
n
|
a
|
l
|
|
|
|
Mamba’
|
6.
|
Data tambahan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
aan
|
7.
|
Pelepasan/perpisahan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Aida
|
|
B.
Aksi Praktikum
Kegiatan
Mahasiswa selama Praktikum Pengkajian Sosial Keagamaan (PPSK) di KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri,
terhitung satu bulan, mulai dari tanggal 05 Desember 2016 sampai 05 Januari
2017. Rangkaiannya sebagai berikut.
05 Desember 2016
|
Pembukaan + silaturrohim
|
06 Desember 2016
|
Menyusun Program Praktikum
|
07 Desember 2017
|
Menyerahkan program praktikum ke DPL Pamong
|
08 Desember 2016
|
Membantu mencari register pernikahan
|
14 Desember 2016
|
Ikut serta dalam kegiatan KUA (Ijab Qobul)
|
15 Desember 2016
|
Rafa’an
|
21 Desember 2016
|
Ke lokasi penelitian (past 1)
|
22 Desember 2016
|
Rafa’an
|
28 Desember 2016
|
Menyusun Laporan
|
30 Desember 2016
|
Merapikan register pernikahan
|
04 Januari 2017
|
Ke lokasi penelitian (past 2)
|
05 Januari 2017
|
Penutupan PPSK 2016
|
Dalam setiap
harinya selama satu bulan kami Praktikum Pengkajian Sosial Keagamaan (PPSK) di
KUA Kecamatan Grogol, kami mengikuti setiap kegiatan yang ada di KUA Kecamatan
Grogol, seperti halnya mencari register pernikahan untuk masyarakat yang
mencari karena kehilangan buku nikah, mengikuti acara ijab qobul, rafa’an
sampai legalisir. Selain itu kami juga mengadakan penelitian untuk menunjang
Praktek Pengkajian Sosial Keagamaan (PPSK) yang disesuaikan dengan masalah-masalah
atau hal-hal yang menarik untuk diangkat dalam judul laporan kami.
C.
Hambatan dan Solusi
Pemecahan
Dalam melakukan
Praktikum Pengkajian Studi Keagamaan (PPSK), kami selaku peserta dari adanya
PPSK itu sangat semangat dalam melakukan kegiatan tersebut yang dilaksanakan di
KUA Kecamatan Grogol Kabupaten Kediri. Hambatan dalam PPSK ini adalah program
pelaksanaan yang terlalu mepet serta dibarengi dengan terbenturnya jadwal PPSK
denganjadwal kuliah. Namun, dengan hambaatan tersebut dari pihak STAIN Kediri
dan juga pihak KUA Kecamatan Grogol memberi kebijakan kepada kami peserta PPSK
untuk tidak mengadakan praktikum atau dapat datang terlambat jika ada jadwal
perkuliahan. Dengan adanya kebijakan tersebut, kami dapat melaksanakan tugas
kami keduanya, yaitu dapat hadir dalam perkuliahan dan juga dapat hadir dalam
lokasi PPSK.
Kendala Selanjutnya yaitu Peserta PPSK
merasakan kebingungan saat melaksanakan praktikum di karenakan tidak ada target
yang jelas dari kampus, peserta hanya diserahkan sepenuhnya kepada pihak KUA
tanpa adanya pegangan misalnya mapping keadaan sosial keagamaan masyarakat,
program pengembangan masyarakat, atau juga program pengembangan KUA sendiri.
Untuk menanggulangi keadaan tersebut secara tidak langsung menuntut peserta PPSK dengan sendirinya menyusun target dan juga program
kerja, demikian juga kami lakukan selaku peserta PPSK yang bertempat di
Kecamatan Grogol. Kedepannya
diharapkan pihak kampus dapat memberikan pegangan dan juga target yang jelas
yang hendak di capai untuk diimplikasikan di KUA, supaya manfaat yang nyata
dapat dirasakan pihak-pihak terkait khususnya KUA dengan hadirnya program PPSK
STAIN Kediri.
D.
Tanggapan Lembaga tempat PPSK terhadap Kegiatan Praktikum
Kegiatan
Praktek Pengkajian Sudi keagamaan (PPSK) STAIN Kediri di KUA Kecamatan Grogol
diharapkan dapat memberikan manfaat dan pengaruh positif bagi lembaga maupun
masyarakat luas. Menanggapi kegiatan Praktek Pengkajian Sosial Keagamaan (PPSK)
ini, KUA Kecamatan Grogol menyambut positif dan menerima kegiatan yang dilaksanakan
oleh mahasiswa STAIN Kediri Program Studi Perbandingan Agama. Karena dengan
adanya penelitian, merupakan bagian dari program kerja Praktek Pengakjian Studi
Keagamaan (PPSK) dan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Sistem Perkawinan Adat Jawa Secara Umum
1. Memilih Jodoh
Pada umumnya tidak ada batasan dalam menentukan jodoh, apalagi di
zaman modern sekarang ini. Namun, larangan-larangan yang sudah diwariskan oleh
leluhur tidak boleh diabaikan. Larangan tersebut seperti, perkawinan di antara
anggota kerabat terdekat (incest), perkawinan antara paman atau bibi dengan
keponakkannya, perkawinan anak-anak dua orang anak laki-laki atau perempuan
(paralel causin) dan bibit, bobot dan bebet (pendidikan, status sosial dan
keturunan).[9]
Dengan mengabaikan semua larangan di atas, dalam ramalan orang Jawa keluarga
akan tidak berbahagia.
Kelas sosial merupakan masalah yang sangat penting. Darinya bisa
melahirkan pertentangan antara suami-istri yang tidak kunjung selesai. Biasanya
masalah pertentangan kelas itu terjadi di kota karena sistem kelas dalam
masyarakat sangat nampak. Masalah utamanya adalah gengsi. Gengsi masyarakat
masih tinggi sehingga malu jika beristri-bersuami orang yang statusnya rendah. Oleh
karena itu kedua belah pihak masing-masing mempertahankan gengsinya. Untuk itu
ada daerah-daerah di Jawa yang menggunakan jasa mak-jomblang untuk
menghubungkan atau memperlancar suatu masalah yang berkenaan dengan masalah
status sosial.Akibatnya untuk memilih jodoh seorang anak ditentukan oleh orang
tua atau setelah mendapat persetujuan orang tua.
1.
Pinangan
Setelah menentukan jodoh, acara selanjutnya adalah pinangan. Pola
pinangan yang benar menurut kejawen terdiri dari tiga tahap.[10]Pertama,
perundingan penjajakan yang dilakukan oleh seorang teman atau saudara si pemuda
dengan maksud menghindari rasa malu kalau ditolak. Kedua, nontoni
(melihat-lihat). Dalam nontoni diadakan kunjungan resmi si pemuda bersama ayah
atau sanak saudaranya ke rumah si gadis. Tujuannya untuk melihat calon dari
dekat, memberi kesempatan kepada si gadis dan si pemuda untuk saling melihat
dan juga agar orang tua bisa saling menilai. Ketiga, pinangan resmi yang
bertujuan menentukan hari perkawinan berlangsung.
Pinangan telah selesai, kedua pasangan memasuki masa pertuangan. Masa pertunangan bisanya
tidak lama, bisa sehari atau dua hari saja atau sebulan.Dalam masa pertunangan
keluarga laki-laki memberikan hadiah bagi pemudi. Hadiah itu bukan harga dari
seorang pemudi, bukan pula emas kawin melainkan tanda bahwa persetujuan
perkawinan telah tercapai. Hadiah tersebut berupa peningset dan sasrahan.[11]Peningset
berupa seperangkat pakaian lengkap. Sasrahan berupa sapi atau kerbau yang akan
disembelih dalam upacara perkawinan. Bisa juga kalau tidak ada sapi atau kerbau
diganti dengan uang.
3. Upacara dan pesta perkawinan
Setelah semua pihak sepakat, uang dan bahan pangan sudah cukup dan
hari serta bulan baik telah di pilih, upacara perkawinan boleh dilakukan. Upacara
perkawinan dilakukan cukup rumit dan melalui beberapa tahap yang dijelaskan
berikut ini.
a)
Pendaftaran
Perkawinan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Grogol (naib).
Upacara ini harus ada karena sebuah perkawinan harus ada status
resminya dan menyatakan bahwa mereka bagian dari sebuah bangsa yang memiliki
agama. Hal tersebut sangat penting bagi agama Islam, para santri dan agama
resmi negara; walaupun dalam adat Jawa sendiri hal tersebut tidak begitu
penting. Pendaftaran pertama adalah pengantin perempuan dan selama pendaftaran
tidak boleh bertemu pengantin laki-laki. Dalam pendaftaran itu, pengantin pria
dan wanita juga meminta doa dari naib.
b)
Midodareni
Mododareni
diadakan oleh keluarga pengantin putri. Upacara itu dihadiri oleh
tetangga-tetangga sebagai tanda keharmonisan, kerukunan sosial dan keteraturan
sosial.[12]
Karena melambangkan kehamonisan antara unsur natural dan supernatural,
mikrokosmos dan makrokosmos, kekuatan manusia dan makhluk lain.[13]Midodareni
dilakukan pada malam hari.
Malam
midodareni disebut malam sakral karena pada malam itu kedua pengantin sudah
melakukan upacara siraman, kedua pengantin sudah bersih dan suci secara lahir
dan batin dan kedua pengantin siap menanti perkawinan. Makna upacara midodareni
adalah menunjukkan sikap suci kedua calon pengantin untuk menjalankan perkawinan,
ucapan syukur kepada Allah dan memohon kepada Allah agar upacara perkawinan
sukses. Tujuan acara midodareni adalah agar pengantin baru bisa hidup lestari,
damai dan sejahtera bagaikan kehidupan bidadari.
Dalam upacara
itu selain kedatangan pengantin laki-laki, menyambut berkat dari Allah yang
dilambangkan dengan bidadari dan musyawarah panitia perhelatan perkawinan juga
dibuat acara slametan tengah malam. Secara harafiah slametan berarti makan
bersama secara keagamaan atau makan bersama yang disertai doa-doa keagamaan.[14]Secara
umum slametan melambangkan tidak adanya gangguan dalam hidup manusia dan
kesempatan bagi kedua orang tua pengantin memohon secara resmi agar arwah
baureksa (nenek moyang) rumah dan desa memberikan kesehatan dan kesejahteraan
kepada pasangan baru tersebut.
c)
Paesan
Pusat perhatian
semua orang saat upacara perkawinan adalah pengantin. Karena itu, juru paes
(rias) menghias pengantin sedemikian rupa sehingga mereka bisa menjadi raja
sehari. Perempuan didandan seperti seorang putri, wajah dihias berwarna kuning,
bibir merah menyala, bulu mata dilentikan, dahi dihiasi hitam pekat, rambut
diatur sedemian rupa sehingga tampak rapi, dada dihiasi emas atau perak, tangan
memakai gelang, telinga memakai giwang keemas-emasan. Sedangkan laki-laki didandan
seperti orang eropa, memakai jas, dasi, celana warna gelap, sepatu atau sandal,
blankon, serta pakaian tradisional Jawa.
d)
Pasang
Tarub
Bila tanggal
dan hari pernikahan sudah disetujui, maka dilakukan langkah selanjutnya yaitu
pemasangan tarub menjelang hari pernikahan.[15]Tarub
dibuat dari daun kelapa yang sebelumnya telah dianyam dan diberi kerangka dari
bambu, dan ijuk atau welat sebagai talinya. Agar pemasangan tarub ini selamat,
dilakukan upacara sederhana berupa penyajian nasi tumpeng lengkap. Bersamaan
dengan pemasangan tarub, dipasang juga tuwuhan (sepasang pohon pisang raja yang
sedang berbuah) yang dipasang di kanan kiri pintu masuk.Pohon pisang
melambangkan keagungan dan mengandung makna berupa harapan agar keluarga baru
itu nantinya cukup harta dan keturunan. Biasanya di kanan kiri pintu masuk juga
diberi daun kelor yang bermaksud untuk mengusir segala pengaruh jahat yang akan
memasuki tempat upacara, begitu pula janur yang merupakan simbol keagungan.
e)
Akad
nikah
Akad berarti
janji atau perjanjian.[16]Jadi,
secara harafiah akad nikah berarti janji, perjanjian nikah.Perjanjian kedua
mempelai dihadapan wali, dua petugas pencatat nikah dan dua orang saksi. Dalam
upacara tersebut laki-laki membacakan shahadat yang diikuti oleh
keluarganya. Shahadat itu disebut Ta’liq
Talaq yang berisi perjanjian kesanggupan laki-laki untuk menghidupi keluarganya
dan jika diingkar akan dicerai.
Namun, upacara
itu banyak ditentukan oleh agama dan aturan dalam negara. Agama Islam
menyebutnya Ijab Kobul, agama Katolik menyebutnya Sakramen Perkawinan, agama
Protestan menyebutnya Peneguhan dan agama Hindu dan Budha menyebutnya
Pemberkatan.[17]Upacara
tersebut biasanya dilakukan di rumah pengantin perempuan, Masjid dan KUA yang
dipimpim oleh naib (pegawai pencatat nikah).Waktunya sebelum acara resepsi. Inilah
saatnya pengantin pria datang ke rumah pengantin wanita.Ia harus berjalan kaki
dan diiringin oleh teman-teman sebayanya. Pengantin perempuan berdiri di depan
pintu dikelilingi oleh saudara-saudaranya dan para tetangga. Kedua pengantin
dipapah dari segala sisi. Hal tersebut sebagai simbol bahwa kedua pengantin
tidak bisa berjalan sendirian atau harus dibantu untuk sampai pada upacara
tersebut.
f)
Balangan
Balangan
merupakan acara saling melepas gantal pada bagian awal upacara panggih.[18]Karena
makna dalam upacara balangan sangat tinggi, tata upacaranya pun sangat kaku.
Misalnya, keselarasan kecepatan jalan kedua pengantin menuju titik temu,
melempar gantal secara bersama-sama tidak saling mendahului, melempar gantal
harus dengan tangan kanan dan pandangan lurus ke depan. Balangan melambangkan tujuan suci perkawinan yaitu
melepaskan segala bentuk keterikatan lainnya selain untuk perkawinan,
menyatakan diri satu hati dan rasa dan menyadari kewajiban dan tanggung jawab
bersama untuk membangun keluarga yang bahagia.[19]
g)
Panggih
atau Temon (Perjumpaan)
Dalam kepercayaan orang Jawa temon merupakan acara paling penting
dan merupakan puncak dari seluruh upacara perkawinan karena disinilah
perhelatan dilangsungkan. Karena itu, jika cukup uang upacara temon
dilaksanakan semeriah mungkin. Namun, itu tidak bersifat mutlak tergantung pada
keadaan ekonomi atau bisa ditiadakan jika pengantin telah menikah sebelumnya.
Upacara panggih
dilakukan sebagai berikut. Dengan mata tertunduk ke tanah keduanya didekatkan. Tangan
mereka sejenak saling bersentuhan. Selanjutnya, kedua pengantin saling bertukar
bunga dalam jambangan palsu. Berdiri bersama pada kuk tenggala lembu yang
melambangkan ketakterpisahan dan bahwa hanya mereka berdualah yang benar-benar
terlibat dan mengetahui apa yang terjadi dalam keluarga. Makan bersama dari
sebuah pinggan dan minum bersama dari sebuah gayung dari tempurung kelapa
(siwur) yang disodorkan oleh ibu dari penantin perempuan. Itu melambangkan
perhatian seorang ibu kepada anaknya saat anak dalam krisis, sewaktu kecil
memberi air susu dan saat dewasa memberi secangkir air.[20]
h)
Wiji
Dadi
Upacara wiji
dadi diawali oleh juru paes yaitu dengan mengambil telur dari dalam bokor,
kemudian diusapkan pada dahi pengantin pria. Telur tersebut harus telur ayam
kampung yang keluar pertama dan tidak cacat. Selanjutnya, telur itu dipecahkan
telur dengan kaki kanan pengantin laki-laki.Putih telur melambangkan kesucian
diri dan kuning telur melambangkan pecahnya selaput dara.[21]Jadi,
wiji dadi mempunyai makna seksual.Dalam arti, diharapkan pasangan itu
memperoleh keturunan sebagai penerus keluarga.
Pengantin
wanita segera membasuh kaki pengantin pria menggunakan air yang telah diberi
bunga. Mencuci kaki melambangkan suatu harapan bahwa "benih" yang
akan diturunkan jauh dari mara bahaya dan menjadi keturunan yang baik dan juga
melambangkan pengabdian seorang istri pada suami. Itulah yang disebut wiji dadi.
i)
Timbangan
Setelah upacara
wiji dadi selesai, pengantin dibimbing masuk ke dalam rumah menuju sebuah tepat
duduk yang dihiasi khusus. Namun sebelum duduk di pelaminan upacara timbangan
dilakukan. Jalannya upacara sebagai berikut: ayah pengantin putri duduk di
antara kedua pengantin. Pengantin laki-laki duduk di atas kaki kanan ayah
pengantin wanita, sedangkan pengantin wanita duduk di kaki sebelah kiri.Kedua
tangan ayah dirangkulkan di pundak kedua pengantin. Lalu ayah mengatakan bahwa
keduanya seimbang, sama berat. Itu hanya sebuah simbol karena makna utama dari
upacara timbangan adalah harapan bahwa antara kedua pengantin dapat selalu
saling seimbang dalam rasa, cipta, dan karsa.
Di dalam
ruangan mereka duduk di tempat yang dihias khusus. Mereka duduk tidak bergerak
kecuali beberapa keperluan upacara agama dan menyalami tamu-tamu yang datang
satu per satu. Duduk tidak bergerak ini diasosiasikan dengan kekuatan spiritual
alam pikiran jawa. Dengan melakukan tapa kita berjalan menuju kekuatan di dalam
dan luar diri kita.
j)
Kacar-kucur
Caranya
pengantin pria menuangkan isi dari kantong klasa bangka (tikar pandan) kepada
istrinya. Pengantin wanita menerimanya dengan kain mori putih/sindur yang
diletakkan di pangkuannya.[22]
Kantong itu berisi dhuwit recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak,
kara, dan bunga telon (mawar, melati, kenanga atau kanthil). Makna dari kacar-kucur
adalah menandakan bahwa pengantin pria akan bertanggungjawab mencari nafkah
untuk keluarganya. Barang-barang yang dituangkan tersebut tidak boleh ada yang
jatuh sedikit pun, maknanya agar pengantin wanita diharapkan mempunyai sifat
gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah
diberikan oleh suaminya.
k)
Dulangan
Dulangan
merupakan suatu upacara yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling
menyuapkan makanan dan minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol seksual, saling
memberi dan menerima.[23]
l)
Sungkeman
Sungkeman
dilakukan dengan cara kedua pengantin duduk jengkeng dengan memegang dan
mencium lutut kedua orangtua, baik orangtua pengantin putra maupun orangtua
pengantin putri. Makna upacara sungkeman adalah suatu simbol perwujudan rasa
hormat anak kepada kedua orangtua.[24]
m)
Boyongan
dan Ngunduh Manten
Disebut
boyongan karena pengantin putri dan pengantin putra diantar oleh keluarga pihak
pengantin putri ke keluarga pihak pengantin putra secara bersama-sama.Ngunduh
manten diadakan di rumah pengantin laki-laki.Biasanya acaranya tidak selengkap
pada acara yang diadakan di tempat pengantin wanita meskipun bisa juga
dilakukan lengkap seperti acara panggih biasanya. Hal itu tergantung dari
keinginan dari pihak keluarga pengantin laki-laki.
B. Islamisasi Pernikahan Adat Jawa
1. Memilih Jodoh
Dalam memilih
jodoh. Masyarakat desa Sonorejo juga masih mengutamakan kelas sosial, termasuk bibit,
bobot dan bebet (keturunan, pendidikan, dan status sosial), namun yang
belakangan ini terjadi di desa tersebut tingkat religiusitas seseorang juga
menjadi pertimbangan dalam menentukan jodoh, semakin tinggi ketaqwaan dan
kemapanan seseorang dalam hal agama akan sangat berpengaruh untuk dijadikan
calon mantunya, apalagi jika calon mantu berasal dari pondok pesantren, pasti
akan mendapat nilai lebih dari masyarakat.
2.
Pinangan dan Pertunangan
Pola pinangan
yang dilakukan masyarakat Desa Sonorejo memang masih sesuai dengan adat jawa
namun sedikit mengalami perubahan yaitu Pertama, perundingan penjajakan yang
biasanya hanya diwakili oleh saudara atau kerabat namun saat ini kyai atau
tokoh agama di dalam masyarakat juga diajak. Kedua, nontoni (melihat-lihat). Dalam
nontoni diadakan kunjungan resmi si pemuda bersama ayah atau sanak saudaranya
ke rumah si gadis dalam hal ini juga masih didampingi oleh seorang kyai. Tujuannya
untuk melihat calon dari dekat, memberi kesempatan kepada si gadis dan si
pemuda untuk saling melihat dan juga agar orang tua bisa saling menilai. Ketiga,
pinangan resmi yang bertujuan menentukan hari pernikahan, dalam penentuan hari
pernikahan semakin hari kepercayaan terhadap hari-hari sial seperti hari
meninggalnya leluhur, bulan angker semakin luntur, masyarakat cenderung lebih
memilih hari yang baik sesuai rekomendasi dari kyai, karena kyai diyakini mampu
untuk menangkal hal-hal yang jahat diluar kendali manusia.
3. Upacara dan pesta perkawinan
Upacara
perkawinan adat jawa yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sonorejo mengalami
perubahan, namun sebagian tetap bertahan dan sebagian lagi hanya mengalami
percampuran dengan ajaran-ajaran Islam, supaya dapat lebih memahaminya dibawah
ini realita upacara pernikahan yang terjadi di desa Sonorejo, yaitu sebagai
berikut:
a.
Pendaftaran
Perkawinan pada Kantor Urusan Agama Kecamatan Grogol (naib).
Pendaftaran
pernikahan di KUA menjadi sangat penting bagi calon mempelai berdua karena
menjadi legalitas resminya suatu pernikahan sesuai peraturan pemerintah.
Pernikahan sirri yang selama ini di lakukan oleh masyarakat semakin hari
semakin luntur, karena pernikahan sirri hanyalah pernikahan yang sah menurut
agama sedangkan secara hukum negara tidaklah diakui, padahal dikehidupan yang
sekarang ini banyak sekali hal-hal terkait administrasi Negara yang membutuhkan
bukti pernikahan, akibatnya masyarakat lebih memilih untuk menikah secara resmi
lewat KUA.
Pernikahan
lewat KUA terdapat rangkaian-rangkain acara yang harus dilakukan oleh calon
mempelai sekaligus keluarga calon mempelai, salah satunya adalah rafa’an,
didalam acara rafa’an kesiapan pernikahan akan di cek ulang termasuk
berkas-berkas dan juga pewalian pernikahan. Dalam acara rafa’an juga terdapat
pembimbingan dari pihak KUA kepada calon mempelai, pembimbingan ini bersifat
Islami karena disertai motivasi-motivasi kepada calon mempelai yang berlandaskan
dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits, calon mempelai dijelaskan keutamaan menikah
dan juga manfaat pernikahan dari segi ketaqwaan terhadap Allah dan RasulNya,
dengan hal ini mempelai berdua aka semakin mantap dan yakin dalam melaksanakan
pernikahan.
b)
Midodareni
Masyarakat desa
Sonorejo sudah tidak lagi melaksanakan upacara midodareni, karena dianggap
menyulitkan bagi kedua keluarga, karena dilakukan pada malam hari serta
memerlukan kelengkapan yang banyak. Selain itu upacara midodareni juga terdapat
unsur syirik jika ditinjau dari segi agama Islam karena midodareni digunakan
sebagai media untuk meminta kepada sosok lain selain Allah yaitu roh mbaurekso
atau roh nenek moyang untuk memberikan restu dan kelancaran serta terhindarnya
pernikahan dari mara bahaya.
Pihak keluarga
dalam hal ini lebih memilih untuk berdo’a kepada Allah SWT, dari pada
melangsungkan upacara midodareni, yang terpenting bagi pihak keluarga adalah substansi
dari upacara midodareni terlaksana yaitu meminta kelancaran pernikahan.
c)
Paesan
Paesan atau
pakean yang dipakai oleh pengantin pada acara pernikahan di Desa Sonorejo bukan
lagi kental dengan pakean adat jawa dengan ciri penganten putri memakai kebaya
dan konde sedangkan pengantin putra menggunakan blangkon, tetapi sudah berganti
menjadi lebih Islami, yakni ditandai dengan lebih tertutupnya pakean kedua
pengantin, pengantin putri menggunakan busana muslim lengkap dengan jilbabnya,
sedangkan pengantin putra menggunakan pakean koko dan sambang tuo (sejenis
kopyah tetapi sudah dihiasi).
d)
Pasang
Tarub
Pemasangan
tarub bagi masyarakat desa Sonorejo mengisyaratkan bahwa upacara pernikahan
akan dilangsungkan secara besar dan mewah istilahnya adalah diramekne,
karena dilihat dari segi biaya tidaklah murah untuk menyewa tarub pernikahan,
selain biaya penyewaannya yang mahal pemasangan tarub juga membutuhkan bantuan
banyak orang sehingga tetangga-tetangga juga ikut membantu.
Kalau ada tarub
bisa dipastikan akan ada pula dekorasi pelaminan yang mewah untuk kedua
mempelai, ornamen yang terdapat di dekorasi pelaminan yang selama ini hanya
berupa ukiran-ukiran dan bunga-bunga, kini terkadang juga terdapat kaligrafi
arab, isinya jelas tentang ayat-ayat pernikahan.
Didepan tarub
terdapat pintu yang dihiasi pohon pisang di kedua sisinya, pohon pisang ini
harus disertai pisang dan juga ontongnya (bunga pisang), hal ini
menunjukkan bahwa pisang yang dipakai berupa pisang yang muda karena masih
terdapat ontongnya. Masyarakat desa Sonorejo mengaggap bahwa hal itu
adalah sesuatu yang mubadzir, dari sisi agama Islam pun juga mempunyai
pandangan yang demikian, pisang yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk
dimakan para tamu terbuang sia-sia karena hanya dijadikan hiasan di pintu
masuk. Sehingga untuk menyiasatinya masyarakat menggantinya dengan pisang yang
telah tua dengan dicarikan ontong dari pohon pisang lainnya.
e)
Akad
nikah
Pelaksanaan
akad nikah di desa Sonorejo sama dengan pelaksanaan akad nikah yang selama ini
kita kenal dan sah menurut agama dan Negara yaitu hadirnya pengantin putra,
pengantin putri, wali, dua orang saksi, serta sighot akad nikah itu
sendiri. Namun yang menarik adalah banyak pengantin putra yang lebih memilih sighot
arab untuk melangsungkan akad nikah, mereka berkeyakinan jika menggunakan sighot
arab akan semakin memantapkan dan melancarkan perjalanan kehidupan berkeluarga
nantinya.
Mahar diberikan
langsung saat upacara akad nikah, hampir dapat dipastikan bahwa mahar yang
diberikan oleh pengantin putra berupa seperangkat alat sholat, terkadang juga
disertai hiasan masjid yang terbuat dari uang mahar.
Nilai-nilai
Islami juga tercermin ketika akad nikah, yaitu diadakannya khutbah nikah yang
biasanya disampaikan oleh naib atau kyai setempat, isi dari khutbah nikah
berupa pesan-pesan spiritual tentang pernikahan dengan berlandaskan dalil-dalil
al-Qur’an dan Hadits, dengan khutbah nikah diharapkan dapat memberikan pemahaman
kepada kedua pengantin tentang makna-makna penting yang terkandung dalam
pernikahan sekaligus memberikan wejangan-wejangan tentang hak dan
kewajiban suami istri ketika sudah menikah
f)
Balangan
Balangan oleh
masyarakat desa Sonorejo masih dilakukan, isi dari balangan berupa daun sirih
yang dilipat, tehnik melemparnya juga masih sama yaitu mengutamakan keselarasan
kedua pengantin untuk melemparkan balangan, tujuan dari balangan sendiri bagi
masyarakat desa Sonorejo adalah melambangkan bersatunya kedua pengantin dalam
suatu bingkai kehidupan yang baru.
g)
Panggih
atau Temon (Perjumpaan)
Dalam upacara temon manten di desa
Sonorejo bisa dibilang sama dengan upacara temon manten di tempat-tempat lain yang
beraliran jawa, setiap rentetan upaca mengandung makna yang mendalam bagi yang
melaksanakannya. Namun yang terlihat bahwa upacara temon telah mengalami
akulturasi dengan nilai-nilai Islami, hal ini tercermin dari iring-iringan
musik temon yang berupa sholawat nabi thola’al badru alaika atau yaa
nabi salam alaika. Kedua sholawat ini yang paling sering digunakan untuk
mengiringi upacara temon manten, mengapa demikian?, karena masyarakat menyakini
bahwa ketika dalam upacara temon dihadirkan sholawat nabi maka secara tidak
langsung Barakah akan mereka dapatkan, yang Barakah tadi tidak lain ditujukan
untuk kedua pengatin agar kelak dalam menjalankan kehidupan berumah tangga juga
senantiasa mendapat Barakah.
h)
Wiji
Dadi dan Timbangan
Kedua upacara ini sama dengan
pelaksanaan upacara penikahan adat jawa pada umunya hanya saja kesakralan kejawen
yang terkandung di dalam setiap upacaranya mengalami kelunturan, nilai-nilai
dan simbol-simbol Islam juga ikut mempengaruhinya.
i)
Kacar-kucur
Upacara masyarakat desa Sonorejo
sama persis dengan pelaksanaan upacara kacur-kacur pada pernikahan adat jawa
yaitu pengantin pria menuangkan isi dari kantong klasa bangka (tikar pandan)
kepada istrinya. Pengantin wanita menerimanya dengan kain mori putih/sindur yang
diletakkan di pangkuannya.[25]
Kantong itu berisi dhuwit recehan, beras kuning, kacang kawak, dhele kawak,
kara, dan bunga telon (mawar, melati, kenanga atau kanthil). Makna dari
kacar-kucur adalah menandakan bahwa pengantin pria akan bertanggungjawab mencari
nafkah untuk keluarganya. Barang-barang yang dituangkan tersebut tidak boleh
ada yang jatuh sedikit pun, maknanya agar pengantin wanita diharapkan mempunyai
sifat gemi, nastiti, surtini, dan hati-hati dalam mengatur rejeki yang telah
diberikan oleh suaminya.
j)
Dulangan
Dulangan merupakan suatu upacara
yang dilakukan dengan cara kedua pengantin saling menyuapkan makanan dan
minuman. Makna dulangan adalah sebagai simbol keharmonisan kedua pengantin.
k)
Sungkeman
Di desa Sonorejo Sungkeman juga
merupakan upacara yang wajib dilakukan oleh pengantin putra dan putri,
sungkeman mempunyai makna yang dalam yaitu simbol bersatunya kedua keluarga
dari pengantin, keluarga kedua pengantin yang diwakili orang tua masing-masing
memberikan do’a dan restu untuk kedua pengantin agar dalam kehidupan
berumahtangganya nanti bisa sakinah, mawaddah, warahmah, dan barakah.
l)
Boyongan
dan Ngunduh Manten
Dalam upacara ngunduh manten
masyarakat di desa Sonorejo terdapat juga nilai-nilai Islami yang terkandung
yakni acara serah terima manten, inti dari acara serah terima ini adalah
penyerahan pengantin putri terhadap pihak keluarga pengantin putra begitu pula
sebaliknya yaitu penerimaan dari pihak pengantin putra terhadap pengantin
putri. Yang menjadi sorotan adalah perwakilan dari masing-masing pengantin
untuk melakukan serah terima adalah seorang tokoh agama, karena tokoh agama
dianggap yang paling berkompeten dalam hal perwakilan, sekaligus tokoh agama
dapat memberikan Mauhidloh hasanah kepada kepada kedua pengantin
khususnya dan kepada tamu undangan yang hadir pada umumnya.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pernikahan adat
masyarakat jawa mengandung nilai-nilai yang sangat tinggi, setiap rangkaian
acaranya mempunyai makna yang dalam bagi masyarakat. Adapun rangkaian pernikahan
adat jawa yaitu memilih jodoh, pinangan dan juga upacara pernikahan yang
terdiri dari pendaftaran pernikahan ke KUA, Midodareni, paesan, pasang tarub,
akad nikah, balangan, temon, wiji dadi, kacar-kucur, dulangan, sungkeman, dan
boyongan.
Syi’ar Islam
yang berkembang pesat ikut mempengaruhi pernikahan adat jawa di desa Sonorejo,
nilai-nilai Islami mampu merasuki hampir disetiap rangkaian upacara adat jawa,
akibatnya terjadilah akulturasi antara nilai-nilai Islam dan jawa. Bahkan bisa
dibilang bahwa terjadi perubahan upacara adat jawa di desa Sonorejo menjadi
semakin Islami.
Daftar
Pustaka
Abu, Rivai (ed). Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988.
Bratasiswara R. Harmanto. Bauwarna: Adat Tata Cara Jawa.
Jakarta: Yayasan Suryamirat,2000.
Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat
Jawa. Terjemahan Answab Maharin. Jakarta: Pustaka Jaya, 1983.
Geertz, Hildred. Keluarga Jawa. Terjemahan Hersri. Jakarta:
Grafiti Pers, 1983.
Prior, John Mansford.Berdiri di Ambang Batas: Pergumulan Seputar
Iman dan Budaya. Maumere: Ledalero, 2008.
Syam, Nur. Madzhab-Madzhab Antropologi. Yogyakarta: KkiS,
2007.
Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: Raja
GrafindoPersada, 2000)
Nana Sudjana, penelitian dan penilaian pendidikan (Bandung :
Sinar Baru, 1989)
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1993)
Imron Arifin, Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu Sosial Dan
Keagamaan (Malang:Kalimashada, 1996)
[1] Hildred
Greeerz, Keluarga Jawa, terjemahan Hersri (Jakarta: Grafiti Pers, 1983),
hlm. 58
[2] Ibid
[3] Nana Sudjana, penelitian dan penilaian
pendidikan (Bandung : Sinar Baru, 1989) hlm. 16
[4] Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993) hlm. 175
[5] Imron Arifin, Penelitian Kualitatif Dalam
Ilmu Sosial Dan Keagamaan (Malang:Kalimashada, 1996), hlm 57
[6] Ibid. 70
[7] Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian
suatu pendekatan praktek, hlm. 149
[8] Moleong, Metodologi
penelitian kualitatif., 175-178
[9]Rivai Abu (ed), Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Yogyakarta
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988), hlm. 44
[10]Nur Syam. Madzhab-Madzhab Antropologi (Yogyakarta: KkiS, 2007), hlm.
145.
[13]Syam, op cit., hlm. 146.
[14]Hildred Geertz, op cit., hlm. 68
[16]R. Harmanto Bratasiswara, Bauwarna: Adat Tata Cara Jawa (Jakarta: Yayasan
Suryamirat,2000), hlm. 12.
[17] Ibid
[18]Gantal terbuat dari daun sirih yang ditekuk membentuk bulatan (istilah
Jawa: dilinting) yang kemudian diikat dengan benang putih. Daun sirih merupakan
perlambang bahwa kedua penganten diharapkan bersatu dalam cipta, karsa, dan
karya
[19]Bratasiswara, op cit., hlm. 75.
[20]Cifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa,
terjemahan Answab Maharin (Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), hlm. 76
[21]Cifford Geertz, op cit., hlm. 76
[22]Bratasiswara, op cit., hlm. 289.
[24]Bratasiswara, op cit., hlm. 751
[25]Bratasiswara, op cit., hlm. 289.
islamisasi pernikahan adat jawa semakin pesat !!!! HEBAT KEDIRI
BalasHapus