About

STAIN KEDIRI

STAIN KEDIRI
USHULUDDIN

Kamis, 10 Desember 2015

Pamuksan Sri Aji Joyoboyo


Pamuksan Sri Aji Joyoboyo

Pamuksan Sri Aji Joyoboyo atau Petilasan Sri Aji Joyoboyo adalah tempat berikutnya di Kediri yang kami kunjungi setelah meninggalkan Arca Totok Kerot, melewati daerah persawahan, gerumbul dan perkampungan. Jarak kedua situs ini sekitar 2,7 km atau 6 menit perjalanan dengan kendaraan bermotor. Di samping gerbang masuk Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ini terdapat sebuah tempat parkir tertutup yang cukup untuk beberapa buah mobil.
Di gerbang masuk Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ada tulisan berbunyi “Mustika Pamenang, Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo”. Dalam kisah Jawa, Jayabaya (dibaca: Joyoboyo) adalah titisan Dewa Wisnu, penguasa negara Widarba yang beribu kota di Mamenang. Ayah Joyoboyo bernama Gendrayana, yang adalah anak Yudayana, anak Parikesit, anak Abimanyu, anak Arjuna dari Pandawa.
Permaisuri Jayabaya bernama Dewi Sara, yang darinya lahir Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni, dan Dewi Sasanti. Jayaamijaya kemudian menurunkan raja-raja tanah Jawa, dari Kerajaan Majapahit sampai Mataram Islam. Sedangkan Dewi Pramesti menikah dengan Astradarma, Raja Yawastina, melahirkan Anglingdarma, Raja Malawapati.
Tulisan pada gapura di gerbang masuk kedua Pamuksan Sri Aji Joyoboyo yang juga berbunyi “Petilasan Sang Prabu Sri Adji Djojobojo” ‘dikoreksi’ oleh Juru Kunci situs ini, karena sebuah petilasan adalah tempat dimana seseorang pernah tinggal dan lalu pergi dari tempat itu ke tempat lain. Sedangkan situs itu dipercaya sebagai tempat ‘muksa’ (hilang lenyap bersama jasadnya) Joyoboyo, dan konon jiwa Sang Raja masih berada di tempat itu.
Di sebelah kiri gapura ketiga terdapat sebuah tengara yang menceritakan sejarah singkat Pamuksan Sri Aji Joyoboyo. Beginilah seharusnya yang dilakukan oleh dinas terkait setempat pada situs-situs lainnya, yang membuat pengunjung bisa lebih mengenal situs yang mereka kunjungi.

Kuncen Pamuksan Sri Aji Joyoboyo, berpeci dan berkacamata, tengah berbincang dengan mas Sanusi di pendopo di dalam kompleks situs. Di belakangnya adalah nara sumber lainnya yang dalam beberapa hal tampak lebih banyak tahu ketimbang sang Kuncen. Pak Kuncen ini meskipun gaya bicaranya sering sarkastik, namun cukup membantu dan kadang memancing tawa.
Di dalam pendopo itu terdapat sebuah tengara yang menceritakan tentang pemugaran situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ini oleh Keluarga Besar Hondodento dari Yogyakarta pada 22 Februari 1975, dan diresmikan pada 17 April 1976.
Pada atap bagian dalam pendopo Pamuksan Sri Aji Joyoboyo terdapat relief Kala tanpa rahang bawah, yang menunjukkan pengaruh Hindu dari Jawa Tengah. Kala atau Banaspati dari Jawa Timur biasanya lengkap dengan rahang bagian bawah. Kala adalah dewa penguasa waktu, putera Dewa Siwa, yang umumnya dikenal sebagai penjaga bangunan suci dan dipercaya sebagai penolak kekuatan jahat.

Bangunan di tengah situs inilah yang dipercaya sebagai tempat Pamuksan Sri Aji Joyoboyo, yang terbagi tiga tempat yang mewakili tiga fase muksa Joyoboyo, yaitu Loka Mukso, Loka Busana, dan Loka Makuta. Loka Muksa merupakan tempat muksa atau hilangnya Joyoboyo bersama jasadnya, Loka Busana adalah tempat singgah busana Sang Prabu, dan Loka Makuta berarti tempat pelepasan mahkota raja.
Sebelumnya situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ini hanya berbentuk sebuah gundukan tanah. Sampai suatu saat, di tahun 1860, seorang penduduk Desa Menang bernama Warsodikromo bermimpi bahwa di area gundukan tanah itu pernah hidup seorang raja Kediri yang bernama Joyoboyo.
Di depan kanan Loka Muksa Pamuksan Sri Aji Joyoboyo seorang tampak tengah tidur di bawah rindang pepohonan, mungkin sedang tirakat untuk mengalap berkah. Mereka yang percaya bahwa situs Pamuksan Sri Aji Joyoboyo ini bisa membantu memperoleh apa yang mereka inginkan, bisa bertirakat di situs ini selama beberapa hari. Pejabat dan calon pejabat pun tidak ketinggalan mengalap berkah di situs seluas 1.650 meter persegi ini.
pamuksan sri aji joyoboyo kediri
Loka Busana di Pamuksan Sri Aji Joyoboyo dengan ornamen indah yang berada di sebelah kanan dari Loka Muksa, di dalam pagar dengan kawat berduri, mungkin untuk mencegah peziarah tidur di tempat itu atau mencongkel batu untuk dijadikan jimat.
Di dalam bangunan Loka Muksa Pamuksan Sri Aji Joyoboyo terdapat lingga dan yoni yang menyatu dengan sebuah batu bulat berlubang yang menyerupai mata yang disebut manik. Tiga buah lubang pintu di Loka Muksa Pamuksan Sri Aji Joyoboyo yang melambangkan tiga tahap kehidupan manusia yang dimulai dari lahir, dewasa, dan lalu mati. Di latar belakang adalah manik yang menyatu dengan lingga – yoni (kelamin pria – wanita, lambang kesuburan dan kehidupan lahir dan batin).
Batu manik Pamuksan Sri Aji Joyoboyo melambangkan kewaskitaan Sri Aji Joyoboyo, memadukan nalar, rasa dan jiwa, dengan lubang tembus yang menunjukkan kemampuan melihat jauh ke masa depan. Terletak terpisah di belakang Pamuksan Sri Aji Joyoboyo terdapat Loka Makuta, dengan bentuk mahkota raja di bagian tengahnya.

0 komentar:

Posting Komentar