ANTI-SEMITISME
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Antisemitisme
adalah bentuk kebencian dan prasangka yang ditujukan pada orang yang beragama
Yahudi atau orang-orang keturunan Yahudi.
Sejarah
antisemitisme sudah dimulai sejak jaman kuno, dengan banyak contoh mengenai penganiayaan
terhadap orang-orang Yahudi bertebaran dalam sejarah. Terjadinya
ketegangan di Timur Tengah sejak akhir abad ke-20 akibat pendirian negara
Israel, membuat antisemitisme masih berlangsung hingga kini dimana prasangka
dan diskriminasi secara luas diakui sebagai tidak dapat diterima.
Terdapat berbagai
bentuk antisemitisme. Dalam konteks antisemitisme agama juga dikenal sebagai
Anti-Yahudi. orang-orang yang beragama Yahudi diserang karena keyakinan agama
mereka.
Orang
Yahudi memiliki posisi kurang menguntungkan di banyak komunitas karena
cenderung menjadi minoritas disertai dengan keyakinan agama yang dianggap asing
oleh mayoritas. Untuk mengetahui perkembangan anti-semitisme dan hal-hal yang
terkait dengannya, maka penulis ingin menyajikan sebuah makalah yang akan
menjelaskan esensi dari antisemitisme. Akhirnya semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi pembaca.
B.
Rumusan masalah
1.
Apakah
pengertian dari antisemitisme?
2.
Bagaimana
sejarah dari antisemitisme?
3.
Bagaimana
perkembangan antisemitisme?
4.
Bagaimana
antisemitisme di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Anti-semitisme
Antisemitisme
adalah suatu sikap permusuhan atau prasangka terhadap kaum Yahudi dalam
bentuk-bentuk penganiayaan/penyiksaan terhadap agama, etnik, maupun kelompok
ras, mulai dari kebencian terhadap individu hingga lembaga. Fenomena yang
paling terkenal akan anti-semitisme adalah ideologi Nazisme dari Adolf Hitler, yang menyebabkan pemusnahan terhadap kaum Yahudi Eropa.[1]
Antisemitisme memiliki beberapa bentuk sbb:
1. Antisemitisme
Religius. Dikenal dengan sikap perlawanan dan kebencian terhadap Agama
Yudaisme. Sikap-sikap ini meliputi pelarangan terhadap praktek ibadah Yudaisme
dan pemaksaan agar seorang penganut Yudaisme mengganti keyakinannya dengan
agama resmi yang dianut suatu masyarakat mayoritas. Contoh kasus adalah
pemaksaan untuk berpindah Katholik terhadap orang-orang Yahudi Liberia di Abad
15-16 M dengan julukan “Maranos” (babi).
2. Antisemitisme
Rasial.
Sebuah penyebarluasan opini bahwa orang-orang Yahudi adalah ras yang rendah.
Pada akhir Abad 19 dan awal Abad 20 muncul gerakan “Eugenics” yaitu suatu
gerakan yang mengelompokkan diri bahwa orang-orang yang bukan berkulit putih
dikategorikan sebagai kelas rendah (inferior). Dan mereka menyebut bahwa
orang-orang Eropa Nordik adalah bangsa yang unggul (superior). Orang-orang
Yahudi dianggap sebagai “Alien” (mahluk asing) di luar Eropa.
3. Antisemitisme
Baru. Konsep baru
yang yang berkembang pada Abad 21 secara serempak dari gerakan kiri, gerakan
kanan, dan Islam radikal yang cenderung memusatkan pada tujuan yaitu perlawanan
terhadap Zionisme dan rumah tinggal bagi Bangsa Yahudi di Negara Israel.[2]
B.
Sejarah Anti-semitisme
Sepanjang
sejarah kaum Yahudi telah menghadapi purbasangka dan diskriminasi, yang dikenal
dengan istilah antisemitisme. Setelah hampir dua ribu tahun yang lalu diusir
oleh bangsa Romawi dari tanah yang sekarang bernama Israel, mereka menyebar ke
seluruh penjuru dunia dan berusaha mempertahankan kepercayaan dan budaya khas
mereka sembari hidup sebagai kaum minoritas. Di beberapa negara kaum Yahudi
disambut baik, dan mereka hidup berdampingan secara damai dengan tetangga
mereka untuk kurun waktu yang lama. Di masyarakat Eropa yang mayoritas
penduduknya Kristen, kaum Yahudi merasa menjadi semakin terisolasi sebagai
orang luar. Kaum Yahudi tidak meyakini kepercayaan Kristen bahwa Yesus adalah
Anak Tuhan, dan banyak kaum Kristen yang menganggap penolakan untuk menerima
sifat ketuhanan Yesus ini sebagai sikap arogan. Selama berabad-abad Gereja
mengajarkan bahwa kaum Yahudi bertanggung jawab atas kematian Yesus, tanpa
mengindahkan fakta, sebagaimana yang diyakini para sejarawan hari ini, bahwa
Yesus dieksekusi oleh pemerintah Romawi karena para petinggi menganggapnya
sebagai ancaman politis terhadap kekuasaan mereka. Selain konflik bermuatan
agama terdapat juga konflik ekonomi. Para penguasa memberlakukan
pembatasan-pembatasan atas kaum Yahudi, yaitu dengan melarang mereka menduduki
posisi-posisi tertentu dan menjadi pemilik tanah.
Dalam masa-masa yang lebih susah,
kaum Yahudi menjadi kambing hitam atas banyak permasalahan yang mendera
masyarakat. Sebagai contoh, mereka dipersalahkan atas "Kematian
Hitam," wabah yang merenggut nyawa ribuan orang di seluruh Eropa pada Abad
Pertengahan. Di Spanyol pada tahun 1400-an, kaum Yahudi dipaksa pindah ke agama
Kristen, meninggalkan negara tersebut, atau dieksekusi. Di Rusia dan Polandia
pada akhir tahun 1800-an pemerintah mengorganisasi atau tidak mencegah
serangan-serangan kekerasan terhadap pemukiman Yahudi, yang dinamakan
dengan pogrom, kala gerombolan orang membunuh kaum Yahudi dan
menjarah rumah dan toko mereka.
Seiring
dengan menyebarnya gagasan kesetaraan dan kebebasan politis di Eropa barat
selama tahun 1800-an, kaum Yahudi hampir menjadi warga yang sederajat di
hadapan hukum. Namun, pada saat yang sama muncul bentuk-bentuk baru
antisemitisme. Para pemimpin Eropa yang bermaksud mendirikan koloni di Afrika
dan Asia beralasan bahwa kaum kulit putih lebih unggul daripada ras lainnya dan
oleh karena itu mesti menyebar dan berkuasa atas ras-ras yang "lebih
lemah" dan "kurang beradab." Sejumlah penulis juga menerapkan
alasan tersebut terhadap kaum Yahudi, dan secara keliru mendefinisikan kaum
Yahudi sebagai sebuah ras orang-orang yang dinamakan Semit yang mempunyai
kesamaan ciri keturunan darah dan fisik.
Jenis
antisemitisme rasial seperti ini berarti bahwa orang Yahudi tetap menjadi orang
Yahudi dalam hal ras terlepas apakah mereka telah pindah ke agama Kristen.
Sejumlah politisi mulai menggunakan gagasan keunggulan rasial dalam
kampanye-kampanye mereka sebagai cara untuk menjaring suara. Karl Lueger
(1844-1910) adalah salah satu politisi tersebut. Dia menjadi Wali Kota Wina, Austria,
di pengujung abad tersebut dengan memanfaatkan antisemitisme dia menarik
simpati para pemilih dengan menyalahkan kaum Yahudi atas keterpurukan ekonomi
pada masa itu. Lueger adalah pahlawan bagi seorang pemuda bernama Adolf Hitler,
yang lahir di Austria pada tahun 1889. Gagasan-gagasan Hitler, termasuk
pandangannya mengenai kaum Yahudi, dibentuk selama tahun-tahun dia menetap di
Wina, tempat dia mempelajari taktik Lueger dan koran-koran serta pamflet
antisemitisme yang menjamur selama masa jabatan Lueger yang cukup panjang itu.[3]
Hal
Hal Yang Penting Dalam Sejarah Anti-Semitisme
1.
Persekongkolan Yahudi (1890-An)
Di Prancis, seorang anggota
kepolisian rahasia Rusia merekayasa Protokol Para Tetua Sion. Isi Protokol tersebut
menyatakan bahwa ada suatu persekongolan Yahudi yang bertujuan menguasai dunia.
Dokumen palsu tersebut dibuat seolah-olah merupakan berita acara suatu
pertemuan antar pemimpin dunia Yahudi tempat mereka mematangkan rencana untuk
mendominasi dunia, dan yang menyatakan bahwa kaum Yahudi telah membentuk
organisasi dan lembaga rahasia yang bertujuan mengontrol dan memanipulasi
partai politik, dunia ekonomi, media massa, dan opini publik. Protokol tersebut
diterbitkan di negara-negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, dan
digunakan oleh kalangan antisemitisme untuk menyokong tuduhan tentang adanya
persekongkolan Yahudi. Pada tahun 1920-an dan 1930-an, Protokol tersebut
digunakan untuk menggalang dukungan atas ideologi dan kebijakan antisemitisme
partai Nazi.[4]
2.
Prancis Terbelah Kasus Dreyfus (1894)
Kapten Alfred Dreyfus, seorang
perwira AD Prancis keturunan Yahudi, ditangkap dan secara curang dituduh telah
menyerahkan kepada Jerman dokumen-dokumen yang menyangkut pertahanan nasional Prancis.
Menyusul 'summary trial' di hadapan mahkamah militer, Dreyfus diputus bersalah
atas makar dan dihukum kurungan penjara seumur hidup di Pulau Setan, yang
berlokasi di lepas pantai Guiana Prancis. Kasus tersebut membelah bangsa
Prancis menjadi dua kelompok yang bertentangan: mereka yang bersikeras bahwa
Dreyfus bersalah (kalangan konservatif, nasionalis, dan antisemitisme), dan
mereka yang bersikeras bahwa Dreyfus mesti memperoleh persidangan yang adil
(liberal dan intelektual). Pada tahun 1899, Dreyfus disidang kembali, tapi
mahkamah militer kembali memutus dia bersalah. Akan tetapi, presiden Republik
Prancis melakukan intervensi dan memberikan grasi kepadanya. Tidak lama sebelum
Perang Dunia I, nama baik Dreyfus dipulihkan kembali sepenuhnya oleh pengadilan
sipil. Kontroversi yang menyelimuti kasus Dreyfus mencerminkan antisemitisme
laten yang hidup dalam korps perwira Prancis dan golongan konservatif Prancis
lainnya.[5]
3. Karl Lueger, Wali Kota Wina Yang Beraliran Antisemitisme (April 1897)
Karl Lueger terpilih sebagai wali kota
Wina. Dia menjabat posisi tersebut selama 13 tahun, yaitu sampai dia meninggal
pada tahun 1910. Lueger, salah seorang pendiri partai Sosialis Kristen,
menggunakan sentimen antisemitisme dalam bidang ekonomi untuk menggalang
dukungan dari kalangan pengusaha kecil dan artisan yang menderita menyusul
lonjakan kapitalisme selama revolusi industri di Austria. Dia berpendapat bahwa
kaum Yahudi memonopoli kapitalisme dan oleh karena itu mereka bersaing secara
tidak adil dalam kancah ekonomi. Bentuk antisemitisme tersebut dimanfaatkan
oleh partai sayap kanan lainnya di Austria dan Jerman pada awal abad ke-20
sebagai ikhtiar untuk memperluas dukungan. Adolf Hitler, yang tinggal di Wina
semasa Lueger berkuasa, sangat dipengaruhi oleh antisemitisme Lueger dan
kemampuannya meraih dukungan publik. Gagasan-gagasan Lueger tercermin dalam
platform partai Nazi pada tahun 1920-an di Jerman.[6]
C.
Perkembangan Anti-semitisme
Pembahasan
perkembangan antisemitisme dimulai dengan memaparkan akar sejarah munculnya
antisemitisme melalui sejarah kaum Yahudi. Sikap anti-Yahudi berakar dari
sentimen religi yang kemudian dikuatkan oleh gereja Katolik Roma sebagai sumber
legitimasi kekaisaran. Seiring dengan jatuhnya kekaisaran Roma maka kekuasaan
gereja turut memudar. Nasionalisme muncul untuk menggantikan kekosongan
kekuasaan dengan berdirinya negara-negara yang mengatasnamakan bangsa.
Antisemitisme turut mengalami perubahan bentuk saat nasionalisme bangsa-bangsa
Eropa identik dengan nasionalisme biologis yang mengagungkan superioritas ras.
Nasionalisme biologis bangsa Eropa khususnya Jerman kemudian menciptakan
antisemitisme yang diusung secara politis guna menyamarkan kepentingan
imperialismenya. Antisemitisme terwujud melalui peristiwa-peristiwa seperti
Pogrom Rusia, Kasus Dreyfus, dan berujung pada Holocaust yang dipercaya sebagai
pembantaian enam juta Yahudi di Eropa. Nasionalisme Yahudi tumbuh melalui
gerakan Zionis sebagai respon atas antisemitisme. Zionisme berhasil mendirikan
negara Yahudi melalui dukungan bangsa-bangsa Barat dan Yahudi yang hidup dalam
diaspora. Meskipun zionisme pada awalnya merupakan gerakan nasionalisme sekuler
namun Israel didirikan di tanah Palestina dengan klaim agama "tanah yang
dijanjikan".
Meskipun Israel telah berhasil berdiri demi menjaga keamanan dan kelangsungan bangsa Yahudi namun antisemitisme tetap digunakan sebagai komoditas politik bagi kepentingan pihak-pihak yang berupaya menyamarkan kepentingan imperialisme dan status quo mereka. Dalam penelusurannya, tulisan mi menemukan bahwa sebenamya bangsa-bangsa Barat dan Yahudi merupakan pelaku-pelaku antisemitisme. Selain itu, Inggris dan Amerika Serikat sebagai pendukung Israel dan Israel sendiri memakai dalih antisemitisme untuk membalas setiap kritik terhadap kebijakan-kebijakan Israel. Di lain pihak, setiap pengkritik kebijakan Israel menolak untuk disebut sebagai pelaku antisemitisme. Mereka mengemukakan sikap anti-zionisme berbeda dengan antisemitisme. Mereka memandang Israel dan gerakan zionisme sebagai bentuk imperialisme modern dan status quo bangsa-bangsa Barat yang pantas untuk ditentang.[7]
Meskipun Israel telah berhasil berdiri demi menjaga keamanan dan kelangsungan bangsa Yahudi namun antisemitisme tetap digunakan sebagai komoditas politik bagi kepentingan pihak-pihak yang berupaya menyamarkan kepentingan imperialisme dan status quo mereka. Dalam penelusurannya, tulisan mi menemukan bahwa sebenamya bangsa-bangsa Barat dan Yahudi merupakan pelaku-pelaku antisemitisme. Selain itu, Inggris dan Amerika Serikat sebagai pendukung Israel dan Israel sendiri memakai dalih antisemitisme untuk membalas setiap kritik terhadap kebijakan-kebijakan Israel. Di lain pihak, setiap pengkritik kebijakan Israel menolak untuk disebut sebagai pelaku antisemitisme. Mereka mengemukakan sikap anti-zionisme berbeda dengan antisemitisme. Mereka memandang Israel dan gerakan zionisme sebagai bentuk imperialisme modern dan status quo bangsa-bangsa Barat yang pantas untuk ditentang.[7]
D.
Anti-semitisme di Indonesia
Bagi kebanyakan orang di Indonesia,
Bangsa Yahudi-lah yang sering disebut sebagai biang keladi dari semua bencana
dan masalah yang terjadi.
Segera setelah Peristiwa 11 September, sebuah surat kabar terkemuka di ibukota memuat berita utama yang menyatakan bahwa ada sebuah konspirasi besar Yahudi di belakang rubuhnya Menara Kembar WTC - sebuah kesimpulan yang ditarik dari fakta bahwa lebih dari 4,000 pegawai keturunan Yahudi absen tidak masuk kerja pada hari yang sangat naas tersebut.
Konspirasi Yahudi bahkan dianggap bertanggung jawab atas kejatuhan rezim Orde Baru. Presiden Soeharto sendiri mempersalahkan sebuah konspirasi internasional Yahudi sebagai penyebab keruntuhan rezim Orde Baru. Sebuah majalah Muslim bernama Siar menerbitkan sebuah wawancara dengan Soeharto dimana di dalamnya Soeharto secara eksplisit menyebutkan bahwa konspirasi Zionis berada di balik kerusuhan sosial dan politik yang mendorongnya untuk mundur dari jabatan presiden.
Bagi sebagian kelompok orang Islam di Jakarta, sebuah konspirasi besar Yahudi yang sama telah yang bertanggung jawab atas segala permasalahan yang membelit masyarakat kita, mulai dari berubahnya pola makan, kemunduran ekonomi, kemunculan penyakit-penyakit misterius sampai bahkan berubahnya kurikulum pendidikannasional.
Bulan Desember tahun 2009 lalu, anggota dari kelompok ini, yang menamakan dirinya sebagai Kajian Zionisme International mengadakan pertemuan yang dinamakan sebagai Konferensi Internasional untuk membahas tentang akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh konspirasi Yahudi serta merumuskan cara-cara praktis untuk mengatasinya. Salah seorang pembicara, seorang kandidat doktor yang belajar filosofi Islam di Universitas Kebangsaan Malaysia mengeluarkan sebuah pernyataan yang - tidak terlalu mengejutkan memang - menghujat sekularisme serta upaya untuk memahami agama secara ilmiah (demistifikasi) . Menurut sang pembicara, kedua hal tersebut adalah sebuah upaya jahat yang diciptakan oleh pemikir-pemikir Yahudi untuk membuat agama, Islam terutama, menjadi tidak suci dan tidak berguna lagi.
Segera setelah Peristiwa 11 September, sebuah surat kabar terkemuka di ibukota memuat berita utama yang menyatakan bahwa ada sebuah konspirasi besar Yahudi di belakang rubuhnya Menara Kembar WTC - sebuah kesimpulan yang ditarik dari fakta bahwa lebih dari 4,000 pegawai keturunan Yahudi absen tidak masuk kerja pada hari yang sangat naas tersebut.
Konspirasi Yahudi bahkan dianggap bertanggung jawab atas kejatuhan rezim Orde Baru. Presiden Soeharto sendiri mempersalahkan sebuah konspirasi internasional Yahudi sebagai penyebab keruntuhan rezim Orde Baru. Sebuah majalah Muslim bernama Siar menerbitkan sebuah wawancara dengan Soeharto dimana di dalamnya Soeharto secara eksplisit menyebutkan bahwa konspirasi Zionis berada di balik kerusuhan sosial dan politik yang mendorongnya untuk mundur dari jabatan presiden.
Bagi sebagian kelompok orang Islam di Jakarta, sebuah konspirasi besar Yahudi yang sama telah yang bertanggung jawab atas segala permasalahan yang membelit masyarakat kita, mulai dari berubahnya pola makan, kemunduran ekonomi, kemunculan penyakit-penyakit misterius sampai bahkan berubahnya kurikulum pendidikannasional.
Bulan Desember tahun 2009 lalu, anggota dari kelompok ini, yang menamakan dirinya sebagai Kajian Zionisme International mengadakan pertemuan yang dinamakan sebagai Konferensi Internasional untuk membahas tentang akibat-akibat buruk yang ditimbulkan oleh konspirasi Yahudi serta merumuskan cara-cara praktis untuk mengatasinya. Salah seorang pembicara, seorang kandidat doktor yang belajar filosofi Islam di Universitas Kebangsaan Malaysia mengeluarkan sebuah pernyataan yang - tidak terlalu mengejutkan memang - menghujat sekularisme serta upaya untuk memahami agama secara ilmiah (demistifikasi) . Menurut sang pembicara, kedua hal tersebut adalah sebuah upaya jahat yang diciptakan oleh pemikir-pemikir Yahudi untuk membuat agama, Islam terutama, menjadi tidak suci dan tidak berguna lagi.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Antisemitisme adalah suatu sikap permusuhan atau prasangka terhadap kaum Yahudi dalam
bentuk-bentuk penganiayaan/penyiksaan terhadap agama, etnik, maupun kelompok
ras, mulai dari kebencian terhadap individu hingga lembaga. Antisemitisme memiliki
beberapa bentuk yaitu Antisemitisme Religius, Rasial, dan Baru.
Sepanjang sejarah kaum Yahudi
telah menghadapi purbasangka dan diskriminasi, yang dikenal dengan istilah
antisemitisme. Setelah hampir dua ribu tahun yang lalu diusir oleh bangsa
Romawi dari tanah yang sekarang bernama Israel, mereka menyebar ke seluruh
penjuru dunia dan berusaha mempertahankan kepercayaan dan budaya khas mereka
sembari hidup sebagai kaum minoritas. Di beberapa negara kaum Yahudi disambut
baik, dan mereka hidup berdampingan secara damai dengan tetangga mereka untuk
kurun waktu yang lama. Di masyarakat Eropa yang mayoritas penduduknya Kristen,
kaum Yahudi merasa menjadi semakin terisolasi sebagai orang luar. Kaum Yahudi
tidak meyakini kepercayaan Kristen bahwa Yesus adalah Anak Tuhan, dan banyak
kaum Kristen yang menganggap penolakan untuk menerima sifat ketuhanan Yesus ini
sebagai sikap arogan. Selama berabad-abad Gereja mengajarkan bahwa kaum Yahudi
bertanggung jawab atas kematian Yesus, tanpa mengindahkan fakta, sebagaimana
yang diyakini para sejarawan hari ini, bahwa Yesus dieksekusi oleh pemerintah
Romawi karena para petinggi menganggapnya sebagai ancaman politis terhadap
kekuasaan mereka. Selain konflik bermuatan agama terdapat juga konflik ekonomi.
Para penguasa memberlakukan pembatasan-pembatasan atas kaum Yahudi, yaitu
dengan melarang mereka menduduki posisi-posisi tertentu dan menjadi pemilik
tanah.
Bagi kebanyakan orang di Indonesia, Bangsa Yahudi-lah yang sering
disebut sebagai biang keladi dari semua bencana dan masalah yang terjadi.
[3] http://www.amazine.co/24911/apa-itu-antisemitisme-fakta-sejarah-informasi-lainnya, diakses
tanggal 23 Oktober 2015
[5] Ibid, Paragraf ke-6
[6] Ibid, Paragraf ke-7
JANGAN!!! terpengaruh konspirasi yahudi
BalasHapus