PERKEMBANGAN
ILMU PENGETAHUAN PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
Disusun
dalam rangka pemenuhan tugas pada mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen
pengampu :
Tasmin,
MA
Oleh :
Ahmad Nafiul Anam Nim : 933110113
PROGRAM
STUDI PERBANDINGAN AGAMA
JURUSAN
USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
JL. SUNAN AMPEL 07 NGRONGGO
2014/2015
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah
satu bukti sejarah peradaban ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan
masa pemerintahan ummat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada
masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang
Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah yang perlu untuk kita
ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban ummat
Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan
negara-negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam
itu diakui oleh seluruh dunia, maka akan memotifasi sekaligus
menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai sejarah peradaban ummat Islam sehingga
kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan itu kembali nantinya oleh
generasi ummat Islam saat ini.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah?
2.
Apa yang menjadi penyebab
kemunduran Dinasti Abbasiyah ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pertumbuhan
dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Di Masa Abbasiyah
Sejarah telah mencatat bahwa sebelum bangsa Barat (Eropa) mencapai
kemajuan di bidang Iptek (Ilmu Pengetahuan dan teknologi) seperti sekarang,
umat Islam sudah mendahuluinya selama 6 abad, sejak tahun 611 (zaman Nabi) s/d
1250 Masehi (zaman Abbasiyah akhir). Masa kejayaan perkembangan Iptek di dunia
Islam terjadi antara tahun 750 s/d 1100 M pada masa kekhalifahan bani Umayyah
di Andalusia – Spanyol (Cordova) dan bani Abbasiyah di Baghdad
(Irak).[1]
Perhatian dan minat para ulama dan ilmuwan muslim terhadap Iptek
sangat besar, karena dorongan dari ajaran Islam. Pada saat dunia Barat (Eropa)
yang dipengaruhi ajaran Gereja menyatakan anti dan menentang Iptek
pada Jaman Pertengahan, maka Islam justru menyatakan sebaliknya, bahwa
Iptek tidak dapat dilepaskan dari ajaran Islam.
Nabi bersabda,
مَنْ
أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ اْلآخِرَةَ فَعَلَيْهِ
بِالْعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ. ( رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ
)
Artinya :"Barangsiapa yang ingin hidup sejahtera di dunia,
sarananya adalah ilmu. Siapa yang ingin hidup bahagia di akhirat, sarananya
adalah ilmu. Dan barangsiapa yang menghendaki keduanya, sarananya adalah ilmu".
Menurut Islam, sumber ilmu pengetahuan adalah Allah. Tugas seorang
muslim adalah membuka pintu ilmu, menggali dan mengembangkan ilmu Allah yang
tersebar di alam semesta ini. Mencari ilmu bagi muslim dan muslimah adalah
wajib hukumnya, sebagaimana sabda Nabi Saw:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ
Nabi bersabda lagi :
اُطْلُبُوا الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ اِلَى اللَّحْدِ
Artinya: "Carilah ilmu sejak dari buaian ibu
(lahir) sampai ke liang lahad (mati)".
اُطْلُبُوا الْعِلْمَ وَ لَوْ بِالصِّيْنِ
Artinya: "Carilah ilmu, sekalipun sampai ke negeri Cina"
Allah berfirman, Artinya: " …. Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. .... " (QS Al-Mujadilah: 11)
Pengaruh dari kebudayaan bangsa yang sudah maju, terutama
melalui gerakan terjemahan, membawa kemajuan dibidang ilmu pengetahuan
agama. Dinasti Abbasiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang sangat
peduli dalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan. Upaya ini mendapat tanggapan
yang sangat baik dari para ilmuwan. Sebab pemerintahan dinasti abbasiyah telah
menyiapkan segalanya untuk kepentingan tersebut. Diantara fasilitas yang
diberikan adalah pembangunan pusat-pusat riset dan terjemah seperti Baitul
Hikmah, majelis munadzarah dan pusat-pusat study lainnya.[2]
Ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah tumbuh dan berkembang
dengan suburnya disebabkan oleh empat faktor :
1). Terjadinya asimilasi budaya antara bangsa
Arab dan bangsa-bangsa lain seperti Persia, Yunani, India, yang sudah maju
Iptek-nya. Di masa ini banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan sangat besar
sahamnya dalam perkembangan Iptek. Bangsa Persia berjasa dalam ilmu
pemerintahan, filsafat dan sastra. Pengaruh bangsa India terlihat pada ilmu
kedokteran, matematika dan astronomi. Pengaruh Yunani masuk melalui
terjemahan-terjemahan berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.[3]
2). Gerakan penterjemahan
berjalan melalui 3 fase:
Fase pertama, pada
masa Al-Manshur sampai Harun Al-Rasyid, penterjemahan
terfokus pada ilmu astronomi dan logika (mantiq).
Fase kedua, pada
masa Al-Makmun hingga tahun 300 H, terfokus pada ilmu kedokteran dan
filsafat. Dan
Fase ketiga, setelah
tahun 300 H, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.[4]
3. Perkembangan Bidang
Ilmu Naqli :
1). Ilmu Hadis
Diantara
tokoh yang terkenal di bidang ini adalah:
a. Imam Bukhari (810-870 M). Nama : Abu
Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardzibah
al-Bukhari. Karyanya : kitab “al-Jami’ al-Shahih al-Bukhari”, “at-Tarikh
as-Sagir”, “at-Tarikh al-Ausat”, “Tafsir al-Musnad al-Kabir”, dll.
b. Imam Muslim (817 – 875 M). Nama : Abu
al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Nisaburi. Dalam rawi hadits, Imam
Bukhari dan Imam Muslim sering disebut Syaikhoni (Dua Syekh).
Karyanya : kitab “al-Jami’ al-shahih al-muslim”. Para ulama’ menempatkan kitab Sahih
Muslim pada peringkat kedua sesudah Sahih Bukhari.
c. Ibnu Majah (823-887 M). Nama : Abu Abdillah
Muhammad bin Yazid ar-Raba’I al-Qazwani. Karyanya: kitab “Sunan Ibnu Majah”.
d. Abu Daud (817-888 M). Nama : Abu Dawud Sulaiman
bin al-asy’as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Amran al-Azdi
as-Sijistani. Karyanya: kitab “Sunan Abu Dawud”.
e. At-Tirmidzi (209-279 H). Nama : Abu Isa Muhammad
bin Isa bin Saurah bin Musa bin Da Dahlat as-Sulami al-Bugi. Dalam bidang
hadits, at_Tirmizi adalah murid Imam Bukhari. Pendapat Imam Bukhari tentang
nilai hadits sering ditampilkan dalam karyanya, “Sunan at-Tirmizi”.
f. An-Nasa’i (830-915 M). Nama : Ahmad bin Syu’aib bin
Ali bin Bahr bin sinan. An-Nasa’i menulis beberapa kitab : as-Sunan
al-Kubra, as-Sunan al-Mujtaba’, Kitab Tamyiz, Kitab ad-Du’afa’, Khasa’is Amirul
Mu’minin Ali bin Abi thalib, Musnad Ali, dan Musnad Malik.[5]
2). Ilmu
Tafsir
Dalam bidang
tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode penafsiran: Pertama, tafsir
bil-ma’tsur yaitu, interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi
dari hadis Nabi SAW dan para sahabatnya. Mufassir masyhur golongan ini
antara lain
a. Ibn Jarir at-Thabary dengan tafsirnya sebanyak
30 juz
b. Ibn Athiyah al-Andalusy (Abu Muhammad bin
Athiyah)
c. al-Sud’a Muqatil bin Sulaiman yang mendasarkan
penafsirannya pada Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, dan para sahabat lainnya.
Kedua, tafsir bil-ra’yi yaitu metode rasional yang lebih
banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran dari pada hadis dan pendapat
sahabat. Mufassir golongan ini antara lain :
a. Abu Bakar Asma (mu’tazilah),
b. Abu Muslim Muhammad bin Nashr
al-Isfahany (mu’tazilah) dengan kitab tafsirnya 14 jilid.[6]
3). Ilmu Fiqih
Dalam
bidang fiqih, para fuqaha’ yang ada pada masa Bani Abbasiyah mampu menyusun
kitab-kitab fiqih terkenal hingga saat ini. Ada 4 fuqoha’ yang terkenal dengan
sebutan “Imam mazhab empat”
a. Imam Abu
Hanifah (700-767 M). Nama : Nukman bin Tsabit, dikenal
sebagai pembangun madzhab Hanafi. Pendapat-pendapat hukumnya
dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kuffah, karena itu mazhab ini
lebih banyak menggunakan pemikiran rasional dari pada hadits. Karyanya:
kitab “Musnad al-Imam al-A’dzam” atau fiqih al-akbar. Muridnya dan
sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qodhi Al-Qudhal di zaman Harun
Al-Rasyid.
b. Imam
Malik (713-795 M). Nama: Anas bin Malik, terkenal sebagai ahli hadis
dan pembangun Madzhab Maliki. Dia lebih cenderung menggunakan dalil
naqli (nash Qur'an dan hadis) dan tradisi masyarakat Madinah
daripada dalil aqli (rasional). Karyanya : yang terbesar
berjudul Al-Muwattha', yang berisi kumpulan Hadits Nabi.
Perkembangan
madzhabnya tersebar di negara Tunisia, Libiya, Mesir, Spanyol dan daerah Afrika
lainnya.
c. Imam Syafi’i
(767-820 M). Nama : Muhammad bin Idris
Asy-Syafi'iy, terkenal sebagai pembangun Madzhab
Syafi'iy. Corak pemikiran Madzhabnya : berusaha memadukan antara
madzhab Hanafi yang rasionalis dan Maliki yang ortodoks (salafi).
Dari
pengetahuannya yang mendalam di berbagai disiplin ilmu agama, dan penguasaannya
terhadap ilmu Mantik (Logika / silogisme Aristoteles), ia melahirkan pemikiran
fiqih yang logis dan sistimatis, serta menemukan ilmu Ushul fiqih.
Karyanya: (1)
kitab Al-Umm (berisi kumpulan hasil pemikiran ijtihadnya di
bidang hukum Islam) dan kitab; (2) Musnad Imam Syafi'iy (berisi
kumpulan hadits Nabi); (3). Ar-Risalah” (berisi
kaidah-kaidah ilmu ushul fiqih secara lengkap).
Perkembangan madzhab
Syafi'iy tersebar di negara Mesir, Irak, Pakistan, Asia Tenggara (Indonesia,
Malaisia, Thailan dan sekitar).
d. Imam Ahmad
ibn Hambal (780-855 M). Nama : Ahmad bin Hanbal. Lahir di Baghdad. Ia
terbilang murid Imam Syafi'iy, dan pembangun Madzhab Hanbali. Karya tulis
terbesarnya berjudul : ”Al-Musnad” yang berisi kumpulan hadis Nabi,
dan kitab ”An-Nasikh wal Mansukh”.[7]
4). Ilmu
Akhlak dan Tasawuf
Kecenderungan pemikiran
yang bersifat filosofi menimbulkan gejolak pemikiran diantara umat islam,
sehingga banyak diantara para pemikir muslim mencoba mencari bentuk gerakan
lain seperti tasawuf. Ilmu tasawuf adalah ilmu hakekat yang pada intinya
mengajarkan penyerahan diri kepada Allah, meninggalkan kesenangan dunia dan
hidup menyendiri untuk beribadah kepada Allah.
Para Ulama’
ahli ilmu akhlak :
a. Imam Mawardi
(975-1058 M). Karya tulisnya antara lain berjudul : Al-Ahkamus
Sulthaniyyah (berisi politik / tatanegara). Di bidang Akhlak, ia
menulis buku yang terkenal sampai saat ini berjudul: Adabud-Dunya
wad-Din.
b. Imam Ghazali
(1058-1111 M). Ia lahir di Thus (Iran) dengan nama lengkap Abu Hamid
Muhamad bin Muhammad at-Tusi asy-Syafi'iy al-Ghazali. Ia seorang
multidisipliner, dan seorang penulis yang sangat produktif dan
berkualitas. Jumlah karangannya lebih dari 100 judul. Buku yang sangat terkenal
di seluruh dunia dan menjadi puncak karya intelektualnya berjudul : Ihya'
'Ulumuddin (Menghidup-hidupkan ilmu agama), yang berisi pandangannya
tentang ilmu tauhid, syariat, akhlak dan tasawwuf. Di Indonesia,
buku ini menjadi kajian para kiyai, sarjana, dan santri senior di setiap pondok
pesantren.
c. Imam Ibnu
Miskawaih (932-1030 M). Ia seorang filsuf muslim yang ahli
di bidang etika. Bukunya berjudul : Tadzhibul Akhlaq wa Tat-hirul
A'raq (Pendidikan akhlak dan pencucian jiwa).
Dia juga ahli
filsafat Aristoteles. Karena keahliannya di bidang filsafat, ia mendapat
julukan "Al-Mu'allimus Tsalits" (guru ketiga). Guru pertamanya
adalah Aristoteles, sedang Guru keduanya adalah Al-Farabi.
Para ulama
Tasawuf (sufi) antara lain :
a. Al Qusyairi. Nama :
Abu Qasim Abdul Karim bin Hawazin al Qusyairi. Kitab tasawuf yang terkenal ”Ar
Risalatul Qusyairi”.
b. Syahabuddin
Suhrawardy (wafat 632 M). Kitab tasawufnya ”Awaritul Ma’arif”.
c. Imam
Ghazali. Bukunya yang sangat terkenal di bidang ilmu akhlak
tasawuf: Ihya’ Ulumddin.
d. Dzun-Nun Al-Mishri
(190-245 M). Lahir dan wafat di Mesir. Dzunnun al-Mishri
dikenal sebagai orang pertama yang mengenalkan maqamat dalam dunia sufi.
e. Sirri al-Saqathi
(wafat 253 H). Dia mengenalkan uzlah-uzlah yang sebelumnya hanya dikenal
sebagai tindakan menyendiri secara personal, dikembangkan oleh al-Saqathi
menjadi “uzlah kolektif”, uzlah yang ditujukan untuk menghindari kehidupan
duniawi yang melenakan.
f. Abu Yazid
al-Bustami (wafat di Bistam Iran tahun 873 M). Nama: Abu Yazid
(Bayazid)
g. Al-Junaid
al-Baghdadi (909 M). Dia mencoba mengkompromikan tasawuf dengan syariat,
hal ini ia lakukan setelah melihat banyaknya pro-kontra antara sufi dan ahlu
al-hadis di masanya Lagi pula al-Junaid juga mempunyai basic sebagai
seorang ahli hadis dan fiqh.
h. Al-Hallaj,
(858-922 M). Nama : Husein bin Mansur al-Hallaj.Dia murid Al-Junaid
al-Baghdadi yang lebih berani dan radikal dengan konsep Hulul yaitu
konsep wahdatul wujud dalam versi lain, yang berangkat dari dua sifat yang
dipunyai manusia yaitu nasut dan lahut.[8]
5). Ilmu Kalam (Teologi Islam)
a. Abu Hasan Al-Asy'ari (872-913
M). Ia pembangun paham Ahlussunnah wal jamaah di
bidang ilmu kalam. Ia terkenal dengan rumusannya bahwa sifat wajib bagi Alloh
ada 13 sifat, mulai dari wujud, qidam baqo', sampai kalam.
Karya-karya tulisnya yang dijadikan rujukan para ulama ilmu
kalam sampai sekarang, diantaranya berjudul : a). Maqolatul
Islamiyyin (pendapat golongan Islam); b) Al-Ibanah 'an
Ushuliddiniyyah (penjelasan tentang dasar-dasar
agama); c) Al-Luma' (sorotan) yang berisi penjelasan
tentang ketuhanan, dosa besar dan persoalan ’aqidah.
b. Abu Manshur Al-Maturidi (875-944
M). Seperti halnya Al-Asy'ari, Ia pembangun paham Ahlussunnah
wal jamaah bidang ilmu kalam. Dalam membahas sifat-sifat Allah, ia
merumuskan bahwa sifat Allah berjumlah 20 sifat yang dikelompokkan menjadi 4
sifat, yaitu sifat nafsiyyah, salbiyah, ma'aniy dan ma'nawiyah.[9]
4. Perkembangan Ilmu Aqli :
1). Filsafat (Philosophia)
Para Filosof
yang ilmu dan pemikirannya sampai kepada kita sampai saat ini antara lain:
a. Abu Ishak Al Kindi (194 – 260 H / 809 – 873 M).
Ia seorang Filosof Arab pertama. Selain itu, dia juga seorang dokter Islam yang
terkenal. Ia ahli dalam pengobatan Mata sebagaimana dalam buku “Optics” (Ilmu
mata) yang menjadi referensi pemikiran Roger Bacon.
b. Abu Nasr Al Farabi (wafat 916 M dalam usia 80
tahun). Dia seorang Filosof Islam yang paling faham terhadap pemikiran
Aristoteles. Orang Eropa menyebutnya dengan Al-Pharabius. Di bidang Seni
Musik, dia menciptakan alat music “piano” (Al-Qonun)
c. Ibnu Sina atau Avicena (980 – 1037 M).
Selain seorang “Dokter”, dia juga ahli filsafat dan menguasai ilmu
agama seperti tafsir, fiqih, perbandingan agama, Tasawuf. dan filsafat. Di
bidang filsafat, karyanya yang berjudul Asy-Syifa' menguraikan
pemikiran filsafatnya yang terpenting dan terbesar, lalu diringkas dalam
bukunya : An-Najat.
d. Al-Gazali (1058 – 1101 M). Di
bidang filsafat ketuhanan (Teologi), Imam Ghazali diakui para sarjana
Barat modern dan sarjana Islam sebagai pemikir ulung dan paling
orisinal sepanjang sejarah, disebabkan usahanya mengkritik habis-habisan
pemikiran ketuhanan (teologi) yang didasarkan pada filsafat Yunani, yang
menurutnya dapat menyesatkan aqidah umat Islam. Maka lahirlah bukunya yang
berjudul "Tahafutul Falasifah" (Kerancuan pemikiran para filosof),
dengan tujuan untuk membentengi umat Islam dari bahaya berfikir bebas (liberal)
secara berlebihan yang mengakibatkan mereka meninggalkan ibadah. Atas perannya
ini ia dijuluki dengan "Hujjatul Islam" (Argumentasi Islam). buku
karangannya lainnya di bidang filsafat antara lain : Al Munqidz minadh
Dhalal, Maqosidul Falasifah. Dll.
e. Ibnu Rusyd atau Averoes (1126 – 1198 M). Selain ahli
kedokteran, dia juga ahli filsafat, pengikut Aristoteles yang sangat
berpengaruh. Demikian besar pengaruhnya di Eropa, maka di Eropa
timbul gerakan Averroeisme yang menuntut kebebasan berfikir dan
memprotes kekuasaan gereja yang memonopoli pemikiran keagamaan. Tentu saja
gerakan mereka ditolak oleh pihak gereja. Berawal dari gerakan
Averroeisme inilah kemudian lahir reformasi di Eropa pada abad
ke-16 M dan rasionalisme pada abad 17 M, yang sangat berpengaruh
mendorong lahirnya Agama Kristen Protestan, yang memisahkan
diri dari Agama Kristen Katolik. Bukunya di bidang
filsafat antara lain : Mabadiul Falasifah, Thahafutut Thahafut, dll.[10]
2). Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran
merupakan salah satu ilmu yang mengalami perkembangan yang sangat pesat pada
masa Bani Abbasiyah. Pada masa itu telah didirikan apotek pertama di dunia, dan
juga telah didirikan sekolah farmasi. Diantara para cendekiawan kedokteran :
a. Ibnu Sina (980 – 1037 M). Sarjana Barat
menyebutnya Aviecena. Ia terkenal Ahli kedokteran. Dia dinobatkan
sebagai Father of Doctors(Bapak kedokteran). Karya tulisnya yang
terkenal Al-Qonun fith-Thibb (Dasar-dasar ilmu kedokteran), berisi
ensiklopedi ilmu kedokteran.
Kata DR Robinson, buku ini sangat berpengaruh dan dijadikan
literatur wajib pada fakultas Kedokteran di berbagai Universitas di Asia dan
Eropa selama 6 abad. Dan selama dinasti Han di Cina, buku ini menjadi
standar karya-karya medis Cina. Buku ini diterjemahkan ke berbagai bahasa,
antara lain kedalam bahasa inggris dengan judul Canon of Medicine.
b. Ar-Razi (865 – 925). Nama lengkapnya, Muhammad
bin Zakaria Ar-Razi. Sarjana Barat menyebutnya Razhes. Ia ahli di bidang
Kedokteran. Bukunya berjumlah + 166 judul. Dalam bidang kedokteran
saja ada 56 judul buku. Buku terkenalnya berjudul Al-Hawi(inti sari ilmu
Kedokteran Yunani, Syiria dan Arab, terdiri dari 20 jilid besar) yang
berisi ensiklopedi informasi kedokteran, yang menjadi buku induk kedokteran
modern.
Ar-Razy adalah tokoh pertama yang membedakan antara penyakit cacar
dengan kolera, dalam bukunya Small-pax and Measless (Ilmu Campak
dan Kolera)..
Ar-Razy juga ahli Filsafat dan Kimia. Di bidang ilmu
Kimia, dia menulis buku Al Kimiya (berisi tentang pembagian
benda-benda kimia dan nama-nama zat Kimia).
c. Ibnu Rusyd (1126 - 1198 M). Nama lengkap : Abu Wahid
Muhammad bin Ahmad Ibnu Rusyd. Sarjana Barat
menyebutnya Averros. Ia dikenal sebagai Perintis Ilmu
Kedokteran umum dan Histologi (Ilmu jaringan tubuh). Juga
berjasa dalam bidang penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar. Karya tulis
dalam bidang ini berjudul Al-Kulliyyat fit-Thibb (Aturan-aturan umum
ilmu kedokteran) yang terdiri atas 16 jilid besar.
Selain dokter, Ibnu Rusyd juga ahli filsafat dan
ahli Agama (Fiqih) dengan bukunya yang berjudul Bidayatul Mujtahid wa
Nihayatul Muqtasid, berisi kajian hukum fiqih madzhab Maliki yang tersusun
secara sistimatis.
d. Abu Nasr Al Farabi. Selain seorang filosof, dia juga
seorang dokter muslim. Karyanya yang terkenal dalam bidang kedokteran
adalah Kunci Ilmu (Key of Sciences) 976 yang ditulis ulang oleh Muhammad al
Khawarizmi dan buku Fihrist al Ulum (Indec of Sciences) 988, yang ditulis ulang
oleh Ibnu Nadim.[11]
3). Ilmu
Alam (Kimia, Fisika, Biologi)
Ilmu
kimia juga termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh kaum
muslimin. Dalam bidang ini mereka memperkenalkan eksperimen obyektif. Diantara
tokoh kimia yaitu:
a.
Jabir Ibnu Hayyan (778 M). Selain seorang dokter pertama dunia Islam,
dia terkenal sebagai Bapak Ilmu Kimia dalam Islam. Ia
berpendapat bahwa logam seperti timah, besi dan tembaga dapat diubah menjadi
emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu. Bukunya yang
terkenal : “Book of the Composition al Chemy” (1144) dan “Book
of Seventy” (1187).
b.
Al-Ashaamiy. Ahli Biologi, Botani. Bukunya : Kitabun Nabati
wasy-Syujjar membahas tentang tumbuh-tumbuhan dan pepohonan
c. Ibnu Haitam
(965 – 1039). Nama lengkapnya : Abu Ali Hasan bin Haithami. Di Barat
dikenal dengan nama Avenetan, nama lainnya adalah Alhazen.
Selain seorang
dokter istana, ia juga ahli fisika dan matematika. Buku terkenalnya
berjudul Al-Manazhir menjelaskan ilmu optik. Ia melakukan
percobaan dan menguji pembiasan sinar melalui medium udara dan air dengan
mempergunakan ruas-ruas bundar seperti gelas kaca yang penuh air, sampai pada
penemuan teoritis tentang lensa kaca pembesar. Teorinya ini digunakan selama 6
abad sebelum ditemukan hukum sinus. Teorinya tentang optik mempengaruhi
teori sarjana Barat seperti Issac Newton, John Kepler, Roger Bacon.
d. Al-Jahiz
(775 - 868 M). Ahli biologi dan zoologi. Bukunya berjudul Al-Hayawan (hewan-hewan).
e. Ibnu Baitar
(wafat 1248 M). Ahli Biologi, Botani, & farmasi. Di Barat dikenal
dengan nama "Aben Bethar". Ia mengembangkannya kedalam
obat-obatan (farmasi). Bukunya Al-Jami' al-Mufrodat al-'Adawiyah wal
Aghziyah membahas koleksi obat-obatan sederhana yang diramu dari berbagai
jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan.[12]
4). Ilmu Matematika & Astronomi
a. Al-Khawarizmi (780 – 850 M). Ahli Matematika. Nama lengkap
: Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Sarjana Barat menyebutnya Algorisme. Ia
memperkenalkan angka arab (numeral arabic : 1,2,3,4,5,6,7,8,9) penemu
angka ”0” (nol) dan Penemu ilmu Aljabar.
Kata Aljabar diambil dari judul
bukunya: Al-Jabru wal Muqobalah. Buku ini dipakai sebagai literatur wajib
di beberapa Universitas Eropa sampai abad 16, sehingga ia mempengaruhi teori
ilmuwan Omar Khayam, Leonardo de Pisa, dll.
b. Omar Khayam, Ia bintangnya matematika pada abad pertengahan,
yang mengembangkan rumus-rumus matematikanya
Al-Khawarizmi. Dia penemu persamaan kubik dan persamaan derajat.
c. Al-Fazari. Dia seorang astronom Islam pertama yang
menciptakan Astrolabe. Karyanya antara lain berjudul Kitab
al-Zij (tabel), Al-'Amal bil Asturlab, Al-Qasidah fi 'Ulumin
Nujum.
d. Al-Farghani. Nama lengkapnya Ahmad bin Muhammad
al-Farghani. Di Barat terkenal dengan nama Alfarganus. Ia seorang astronom
terkemuka di masanya dan terkenal di Barat pada abad pertengahan. Ia menulis
buku ringkasan ilmu astronomi berjudul Harakat al-Samawiyah wa
Jawami'ul-'ilmin Nujum. Ia menetapkan diameter bumi sepanjang 6500 mil dan
menemukan jarak yang paling jauh, serta menemukan diameter planet-planet.
e. Abu Raihan al-Biruni, Dia seorang ahli astronomi,
astrologi, matematika dan dan fisika. Karyanya + 180 judul,
diantaranya berjudul At-Tafhim li-awa-ili shina'atit
Tanjim, yang menjelaskan fenomena alam seperti sinar zodiac dan air
pasang di musim bunga dalam kaitannya dengan tekanan hidrostatika.
f. Al-Battani (858 – 929 M). Nama lengkapnya : Abu Abdillah
Muhammad ibn Jabir al-Battani. Di Barat dikenal dengan nama Albetegni. Dia
ahli matematika dan astronomi. Dia menciptakan istilah
perhitungan Trigonometri dengan unsur-unsur,
seperti Sin (Jaib), Tangendan Contangen
Karya tulis terbesarnya : Ma'rifat Matallil Buruj fima baina
Arab al-Falak, tentang astronomi yang dilengkapi dengan tabel-tabel. Ia
berhasil menentukan garis lengkung atau kemiringan ekliptik (orbit dimana
matahari kelihatannya bergerak), panjangnya tahun tropis, lamanya musim, serta
tepatnya orbit matahari dan orbit utama planet-planet.
g. Nasiruddin Ath-Thusi. Ia dikenal sebagai seorang astronom
dengan bakat yang luar biasa. Dalam hidupnya, ia menulis sebanyak 16 buah buku
astronomi dan 14 buku Matematika. Yang paling istimewa adalah buku Quadri
Lateral yang menjadi dasar trigonometry, plenometry dan sperical.
Khusus dalam bidang Ilmu perbintangan, ia membuat Observatorium
Maragha (di Asia kecil), membuat jadwal baru yang disebut dengan
“Ilkhanian”, dan membuat cincin pengukur gerhana Matahari dan Bulan
serta Katulistiwa.
h. Abu Ma’syar al- Falaky. Bukunya: “Isbatul Ulum” dan
“Haiatul Falak”[13]
5). Ilmu Bahasa dan Sastra
Ilmu-ilmu
bahasa yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah ilmu nahwu, ilmu
sharaf, ilmu bayan, ilmu badi’, dan arudl. Bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa
ilmu pengetahuan, disamping sebagai alat komunikasi antar bangsa.
Diantara para ahli ilmu bahasa adalah:
a. Imam Sibawaih (w. 183 H), ahli nahwu.
b. Al-Kisa’i
c. Abu Zakaria Al-Farra (w. 208 H).
Pada masa ini lahir pujangga dan penyair yang sangat besar yang
berpusat di kota Bagdad. Abu Nuwas atau Abu Nawas adalah salah
seorang penyair terkenal dengan karya cerita humornya
Karya sastra yang sampai sekarang menjadi legenda adalah Alfu
Lailah Wa Lailah (the Arabian Night), adalah buku cerita Seribu
Satu Malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh
bahasa dunia, ditulis oleh An-Nasyasi.[14]
6) Geografi dan Sejarah
Dalam bidang geografi, umat Islam sangat maju karena sejak
semula bangsa Arab merupakan bangsa pedagang yang biasa menempuh jarak jauh
untuk berniaga. Di antara wilayah pengembaraan umat adalah umat Islam
mengembara ke Cina dan Indonesia pada masa-masa awal kemunculan Islam. Di
antara tokoh ahli geografi yang terkenal adalah :
a. Abul Hasan Al-Mas’udi (w. 345 H/956 M), seorang
penjelajah yang mengadakan perjalanan sampai Persia, India, Srilanka, Cina, dan
penulis buku “Muruj Az-Zahab wa Ma’adin Al-Jawahir”.
b. Ibnu Khurdazabah (820-913 M) berasal dari Persia
yang dianggap sebagai ahli geografi Islam tertua. Diantara karyanya
adalah “Masalik wa Al-Mamalik”, tentang data-data penting mengenai
sistem pemerintahan dan peraturan keuangan.
c. Ahmad El-Ya’kubi, penjelajah yang pernah mengadakan
perjalanan sampai ke Armenia, Iran, India, Mesir, Maghribi, dan menulis
buku“Al-Buldan”.
d. Abu Muhammad Al-Hasan Al-Hamdani (w. 334 H/946
M), karyanya berjudul “Sifatu Jazirah Al-Arab”.
Di bidang ilmu sejarah, banyak muncul tokoh-tokoh
sejarah, diantaranya: Ahmad bin Ya’kubi (w. 895 M)
karyanya adalah “Al-Buldan” (negeri-negeri)
dan “At-Tarikh” (sejarah).[15]
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN DINASTI ABBASIYAH
menurut Dr.Badri Yatim,
M.A, diantara hal yang menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah
sebagai berikut.[16]
1. Persaingan antar bangsa
Khalifah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu
dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib
kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama
tertindas. Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani Abbasiyah tetap
mempertahankan persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antar bangsa
menjadi pemicu untuk saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk
mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
2. Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi
bersamaan dengan kemunduran di bidang politik.Pada periode
pertama,pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan
yang kaya.Dana yang masuk lebih besar daripada yang keluar,sehingga
baitul mal penuh dengan harta.Setelah khilafah mengalami periode
kemunduran,pendapatan negara menurun,dan dengan demikian terjadi kemerosotan
dalam bidang ekonomi.
3. Konflik Keagamaan
Fanatisme
keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada periode
Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga
mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran keagamaan seperti Mu’tazilah,
Syi’ah,Ahlus Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnya menjadikan pemerintahan
Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham keagamaan yang
ada.
4.
Perang
Salib
Perang salib
merupakan sebab dari eksternal umat islam. Perang salib yang berlabgsung
beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi dan perhatian pemerintah
abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara salib sehingga memunculkan
kelemahan-kelemahan.
5.
serangan
bangsa mongol (1258 M)
Serangan
tentara mongol ke wilayah kekuasaan islam menyebabkan kekuatan islam d
lemah, apalagi serangan hulagu khan dengan pasukan mongol yang biadab
menyebabkan kekuatan abbasiyah menjadi lemah dan akhirnya menyerah kepada
kekuatan mongol.
E. Akhir
Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Akhir dari
kekuasaan dinasti abbasiyah ialah ketika baghdad dihancurkan oleh pasukan
mongol yang dipimpin oleh hulagu khan, 656 H/1258 M. Hulagu khan adalah
seorang saudara kubilay khan yang berkuasa di cina hingga ke asia tenggara, dan
saudara mongke khan yang menugaskannya untuk mengembalikan wilayah-wilayah
seelah barat dari cina ke pangkuannya. Baghdad dibumihanguskan dan diratakan
dengan tanah. Khalifah bani abbasiyah yang terakhir dengan keluarganya,
al-mu’tashim billah dibunuh, buku-buku yang terkumpul di baitu hikmah dibakar
dan dibuang ke sungai tigris sehingga berubahlah warna air sungai tersebut yang
jernih bersih menjadihitam kelam karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku
itu.[17]
Dengan
demikian, lenyaplah dinasti abbasiyah yang telah memainkan peran penting dalam
pecaturan kebudayaan dan peradaban islam dengan gemilang.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ilmu pengetahuan pada
masa Bani Abbasiyah tumbuh dan berkembang dengan suburnya
disebabkan oleh empat faktor :
1. Terjadinya asimilasi budaya antara bangsa Arab dan
bangsa-bangsa lain seperti Persia, Yunani, India, yang sudah maju Iptek-nya. Di
masa ini banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan sangat besar sahamnya
dalam perkembangan Iptek. Bangsa Persia berjasa dalam ilmu pemerintahan,
filsafat dan sastra. Pengaruh bangsa India terlihat pada ilmu kedokteran,
matematika dan astronomi. Pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan
berbagai bidang ilmu, terutama filsafat.
2. Gerakan
penterjemahan
3. Perkembangan
Bidang Ilmu Naqli
4. Perkembangan Ilmu Aqli
diantara hal
yang menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.
1.
Persaingan antar bangsa
2.
Kemerosotan Ekonomi
3. Konflik
Keagamaan
4. Perang
salib
5. Serangan bangsa
mongol (1258 M)
[1] Badri
Yatim, Sejarah
Peradaban Islam (Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 1993) h..49
[2] Ibid,
hlm. 53
[3] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran Dan Peradaban
Islam (Cet. I;
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 143.
[4] Ibid,
hlm. 167
[5] Badri
Yatim, op. cit. hlm. 67
[6]
Ibid, hlm. 68
[7]
Ibid, hlm. 70
[8]
Ibid, hlm. 73
[9] Ibid hlm. 74
[10] Ibid, hlm. 172
[12] Ibid, hlm. 79
[13]
Ibid, hlm. 82
[14]
Ibid, hlm. 85
[15]
Ibid, hlm. 89
[16] Badri
Yatim, op. cit. hlm. 85
[17] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik (Cet. I; Bogor: Prenada Media,
2003), h. 47.
0 komentar:
Posting Komentar