Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo
Jawa Timur termsuk dalam salah satu pesantren besar di indonesia.
Pesantren ini berdiri sejak sebelum kemerdekaan RI, yaitu pada tahun
1926. Sejak didirikan sampai sekarang pesantren ini telah melahirkan
banyak tokoh-tokoh nasional. Misalnya KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua
Umum PB Nahdhatul Ulama (NU)
Pondok Modern Darussalam Gontor merupakan satu simpul pembaruan
pendidikan Islam di Indonesia. Pondok ini didirikan pada 12 Rabiul Awwal
1345H/20 September 1926 oleh tiga bersaudara yaitu K.H. Ahmad Sahal,
K.H. Zainuddin Fannani dan K.H. Imam Zarkasyi.
Pondok Modern Gontor berakar jauh ke abad 18 yaitu dari
Pondok Tegalsari yang didirikan oleh Kiai Ageng Mohammad Besari
(Bashori). Pesantren ini memiliki hubungan baik dengan Istana Kartasura
setelah Pakubuwono II yang dibantu Kiai Ageng Mohammad Besari meraih
tahtanya kembali, setelah sempat terusir dari keraton akibat
pemberontakan pada 1742. Sebagai ungkapan terima kasih, Tegalsari
ditetapkan oleh Pakubuwono II sebagai wilayah perdikan, yaitu daerah
yang bebas dari segala kewajiban kepada kerajaan.
Santri Tegalsari saat itu datang dari berbagai kelas sosial, dari
masyarakat biasa hingga kalangan keraton. Pesantren ini mencapai
kemajuan pada masa kepemimpinan Kiai Kasan Anom Besari (1800-1862).
Semenjak wafatnya, Tegalsari mengalami kemunduran walaupun masih tetap
bertahan hingga saat ini.
Pada pertengahan abad ke-19, Tegalsari dipimpin Kiai Cholifah. Salah
seorang santrinya yang cerdas dan baik yaitu R.M.H Sulaiman Jamalludin
yang kemudian dijodohkan dengan dengan putri Kiai Cholifah.
R.M.H Jamalludin yang cucu dari Pangeran Hadiraja Sultan Kasepuhan
Cirebon, diberi amanat untuk mendirikan pondok di sebuah desa, 3 km
sebelah timur Pondok Tegalsari. Bersama 40 santri yang dibekalkan
kepadanya, Jamalludin melakukan babad desa. Maklumlah kawasan yang
dibuka itu adalah wilayah tak bertuan, lebat oleh pepohonan dan dihuni
binatang liar. Kawasan itu sebelumnya dikenal sebagai sarang penyamun
dan para warok. Dalam bahasa Jawa, tempat itu disebut enggon kotor atau
tempat kotor. Dari nama inilah, muncul nama Gontor.
Pondok yang didirikan oleh Sulaiman Jamalludin ini berkembang pesat
hingga generasi ketiga saat dipimpin oleh Kiai Santoso Anom Besari.
Selanjutnya berbekal tekad bulat dan tanggung jawab melanjutkan
perjuangan menegakkan agama, Ahmad Sahal, Zainuddin Fanani dan Imam
Zarkasyi membangun kembali Pondok Gontor warisan orang tuanya itu.
Undangan Raja Saud dari Arab Saudi kepada para pemimpin Islam di
Indonesia untuk menghadiri Konferensi Umat Islam sedunia di Mekah pada
1926, juga menjadi salah satu pemicu pendirian Gontor.
Pertemuan para pemimpin umat dan tokoh Islam di Surabaya untuk
menentukan kualifikasi utusan dari Indonesia yaitu mahir berbahasa Arab
dan Inggris ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Akhirnya disepakati
mengirim dua orang utusan yang ahli berbahasa Inggris yaitu HOS
Cokroaminoto dan satunya lagi K.H. Mas Mansur yang mahir berbahasa Arab.
Tahun itu juga, sepulang dari Mekkah, HOS Cokroaminoto menyampaikan
pidato berisi ide-ide kebangkitan dunia Islam pada Konggres Umat Islam
di Surabaya. Ide-ide yang disampaikannya adalah buah pemikiran tokoh
pembaharu Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh.
Kesan pertemuan ini membekas pada pemuda Ahmad Sahal yang hadir pada
pertemuan itu yang kemudian mendiskusikannya bersama kedua adiknya yaitu
Zainuddin Fannani dan Imam Zarkasyi. Mereka kemudian mengambil langkah
kongkret dengan adalah mendirikan Tarbiyat al Athfal (pendidikan
anak-anak) di Gontor. Tarbiyat al Athfal mengajarkan materi-materi dasar
agama Islam, bimbingan akhlak, kesenian, dan pengetahuan umum sesuai
tingkat kebutuhan masyarakat saat itu. Di samping itu diajarkan pula
cara bercocok tanam, beternak, pertukangan, bertenun dan berorganisasi.
Hingga kini gontor telah memiliki 17 cabang yang terdiri dari 13 kampus
di seluruh Indonesia dan santri/ santriwatinya mencapai 14.273 orang.
Tidak seperti pesantren pada umumnya, para pengajarnya pun berdasi dan
bercelana panjang pantalon. Kulliyatul-Mu'allimin al-Islamiyah (KMI)
Adalah jenjang pendidikan menengah di Pondok Gontor yang setara dengan
SMP dan SMA. Masa belajar dapat diselesaikan dengan empat tahun dan/atau
enam tahun
Jam belajar
Jam belajar di pondok gontor dimulai pada jam 04.30 saat salat subuh dan berakhir pada pukul 22:00.
Jam belajar ini terbagi menjadi dua bagian:
Pendidikan formal dimulai dari pukul 07:00 - 12:15
Pengasuhan dimulai pukul 13.00
Kurikulum dan Pelajaran
Kurikulum KMI yang bersifat akademis dibagi dalam beberapa bidang, yaitu:
Bahasa Arab
Dirasah Islamiyah
Ilmu keguruan dan psikologi pendidikan
Bahasa Inggris
Ilmu Pasti
Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Sosial
Keindonesiaan/ Kewarganegaraan.
KMI membagi pendidikan formalnya dalam perjenjangan yang sudah
diterapkan sejak tahun 1936. KMI memiliki program reguler dan program
intensif.
Program reguler untuk lulusan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah
(MI) dengan masa belajar hingga enam tahun. Kelas I-III setingkat dengan
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
jika mengacu pada kurikulum nasional dan kelas IV-VI setara dengan
Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (MA).
Program intensif KMI untuk lulusan SMP/MTs yang ditempuh dalam 4 tahun.
Bahasa Arab dan bahasa Inggris ditetapkan sebagai bahasa pergaulan dan
bahasa pengantar pendidikan, kecuali mata pelajaran tertentu yang harus
disampaikan dengan Bahasa Indonesia. Bahasa Arab dimaksudkan agar santri
memiliki dasar kuat untuk belajar agama mengingat dasar-dasar hukum
Islam ditulis dalam bahasa Arab. Bahasa Inggris merupakan alat untuk
mempelajari ilmu pengetahuan/umum.
Pengasuhan santri adalah bidang yang menangani kegiatan ekstrakurikuler
dan kurikuler. Setiap siswa wajib untuk menjadi guru untuk kegiatan
pengasuhan pada saat kelas V dan VI jika ingin melanjutkan ke jenjang
perguruan tinggi di ISID, mereka tidak akan dipungut biaya, tetapi wajib
mengajar kelas I-VI di luar jam kuliah.mengajar kuliah dan membantu
pondok itulah yang di lakukan sebagai bentuk pengabdian dan pengembangan
diri.
Pelatihan tambahan bagi guru dengan materi yang sesuai dengan standar pendidikan nasional.
Keterampilan, kesenian, Kepramukaan dan olahraga tidak masuk kedalam kurikulum tetapi menjadi aktivitas ekstrakurikuler.
Siswa diajarkan untuk bersosialisasi dengan membentuk masyarakat sendiri
di dalam pondok, melalui organ organisasi. Mulai dari ketua asrama,
ketua kelas, ketua kelompok, organisasi intra/ekstra, hingga ketua regu
pramuka. Sedikitnya ada 1.500 jabatan ketua yang selalu berputar setiap
pertengahan tahun atau setiap tahun. dan terdapat banyak pondok
alumninya.
Fasilitas
Kompleks pondok pada umumnya terdiri dari masjid besar, aula, gedung dua
lantai, dan sekolah. Bangunan asrama melingkari bangunan sekolah.
Terdapat juga:
Asrama santri
Ruang-ruang praktikum
Laboratorium Bahasa Arab dan Bahasa Inggris
Perpustakaan
Poliklinik
Koperasi
Kantin
Kursus komputer
Warung internet
GOR
Lapangan Olahraga
Biaya sekolah dan sumber dana
Biaya pendidikan bagi siswa di KMI sebesar Rp. 480.000* per bulan,
terdiri dari Rp. 230.000 untuk uang makan dan Rp. 210.000 untuk biaya
pendidikan.(*:setiap saat bisa berubah)
Dosen dan pengasuh pondok tidak pernah digaji
Manajemen pesantren dilakukan secara swadana dan swakelola
Sumber pendanaan berasal dari santri dan pengembangannya dikelola dalam
beberapa unit usaha untuk mendanai pendidikan, pengajaran, dan
pengasuhan.
Seluruh pengelola adalah keluarga besar pondok yang terdiri dari para santri dan dosen.
Alumni
M. Hidayat Nur Wahid,Mantan Ketua MPR RI
Muhammad Maftuh Basyuni,Mantan Menteri Agama
Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah.
KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum PB Nahdhatul Ulama (NU)
Emha Ainun Nadjib, Budayawan
Abu Bakar Baasyir, Pimpinan Pondok Pesantren Ngruki, Solo
Nurcholis Madjid, Cendekiawan Muslim
Ahmad Fuadi, Novelis
Kamis, 10 Desember 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar