KE-PMII-AN*
Oleh: PC. PMII Kediri Periode 2008-2009b
SEJARAH LAHIRNYA PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan
Indonesia ke depan menjadi lebih baik. Di antara pendirinya adalah Mahbub
Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis
sekaligus politikus legendaris).
Latar Belakang Pembentukan PMII
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam
menjawab tantangan zaman. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan
sebagai penyebab berdirinya PMII:
1.
Carut marutnya
situasi politik bangsa Indonesia dalam kurun waktu 1950-1959 yang mengharuskan
mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia.
2.
Tidak menentunya
sistem pemerintahan dan perundang-undangan yang ada.
3.
Pisahnya NU dari Masyumi.
4.
Tidak enjoynya lagi mahasiswa NU yang tergabung di HMI
karena tidak terakomodasinya dan terpinggirkannya mahasiswa NU.
5.
Kedekatan HMI dengan salah satu parpol (Masyumi) yang
nota bene HMI adalah underbouw-nya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan
kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU
untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan
pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga
ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi
mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Organisasi-Organisasi Pendahulu dan Dependensi PMII
Di Jakarta
pada bulan Desember 1955, berdirilah Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU)
yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto. Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU
(Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad. Namun keberadaan kedua organisasi
mahasiswa tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan
PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24
Februari 1954 di Semarang.
IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa
NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957).
Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi
IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar
III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi
IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta).
Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi
ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang
menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam
melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.
Oleh
karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan
mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada
tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan
perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi.
Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan
keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13
tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah: A. Khalid Mawardi (Jakarta), M. Said Budairy
(Jakarta), M. Sobich Ubaid (Jakarta), Makmun Syukri (Bandung), Hilman
(Bandung), Ismail Makki (Yogyakarta), Munsif Nakhrowi (Yogyakarta), Nuril Huda
Suaidi (Surakarta), Laily Mansyur (Surakarta), Abd. Wahhab Jaelani (Semarang), Hizbulloh Huda (Surabaya),
M. Kholid Narbuko (Malang), Ahmad Hussein (Makassar). Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu
Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum
PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.
Pada tanggal
14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah
Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya.
Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung,
Semarang,Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat
Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat itu diperdebatkan nama
organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau
Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya
nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan
kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati
huruf "P" merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi
“Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”.
Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga
organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua
umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai
sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk
menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara
resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17
Syawwal 1379 Hijriyah.
Independensi PMII
Pada awal berdirinya PMII sepenuhnya
berada di bawah naungan NU. PMII terikat dengan segala garis kebijaksanaan partai
induknya, NU. PMII merupakan perpanjangan tangan NU, baik secara struktural
maupun fungsional. Selanjuttnya sejak dasawarsa 70-an, ketika rezim neo-fasis
Orde Baru mulai mengkerdilkan fungsi partai politik, sekaligus juga
penyederhanaan partai politik secara kuantitas, dan issue back to campus serta
organisasi- organisasi profesi kepemudaan mulai diperkenalkan melalui kebijakan
NKK/BKK, maka PMII menuntut adanya pemikiran realistis. 14 Juli 1971 melalui
Mubes di Murnajati, PMII mencanangkan independensi, terlepas dari organisasi
manapun (terkenal dengan Deklarasi Murnajati). Kemudian pada kongres tahun 1973
di Ciloto, Jawa Barat, diwujudkanlah Manifest Independensi PMII.
Interdependensi
PMII
Namun,
betapapun PMII mandiri, ideologi PMII tidak lepas dari faham Ahlussunnah wal
Jamaah yang merupakan ciri khas NU. Ini berarti secara kultural- ideologis,
PMII dengan NU tidak bisa dilepaskan. Ahlussunnah wal Jamaah merupakan benang
merah antara PMII dengan NU. Dengan Aswaja PMII membedakan diri dengan
organisasi lain. Keterpisahan PMII dari NU pada perkembangan terakhir ini lebih
tampak hanya secara organisatoris formal saja. Sebab kenyataannya, keterpautan moral,
kesamaan background, pada hakekat keduanya susah untuk direnggangkan.
MAKNA FILOSOFIS PMII
Makna “pergerakan”
yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa
bergerak menuju tujuan idealnya memberikan perubahan bagi alam sekitarnya.
Dalam konteks individual/komunitas maupun organisatoris, kiprah PMII haruslah
senantiasa mencerminkan pergerakannya menuju kondisi yang lebih baik sebagai
perwujudan tanggung-jawabnya memberi rahmat pada lingkungannya.
“Pergerakan”
dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk
membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan potensi kemanusiaan agar gerak
dan dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kwalitas kekhalifahannya.
Pengertian “mahasiswa”
yang terkandung dalam PMII adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di
perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri.
Identitas diri
mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagi insan religius, insan dinamis, insan
sosial dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tesebu, terpantul
tanggung-jawab keagamaan, tanggung-jawab intelektual, tanggung-jawab sosial
kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagi hamba Allah maupun
sebagi warga bangsa dan negara.
Pengertian “Islam”
yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan
haluan dan paradigma Ahlussunnah Waljama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap
ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, Islam dan ihsan yang di
dalam pola pikir, pola sikap dan pola prilakunya tercermin sikap-sikap selektif
akomoatif, dan integratif.
Pengertian “Indonesia”
yang terkandung didalam PMII adalah masyarakat, bangsa dan negara Indonesia
yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa Pancasila serta UUD 45 dengan
kesadaran kesatuan dan keutuhahan bangsa dan negara yag terbentang dari Sabang
sampai Meraoke yang diikat dengan kesadaran wawasan nusantara
Secara totalitas
PMII sebagai organisasi merupakan suatu gerakan yng bertujuan melahirkan
kader-kader bangsa yang mempunyai intergritas diri sebagi hamba yang bertaqwa
kepada Allah SWT, dan atas dasar ketaqwaan, berkiprah mewujudkan peran
ketuhanannya membangun masyarakat bangsa dan negara Indonesia menuju suatu
tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam ampunan dan ridlho Allah SWT.
VISI DAN MISI PMII
Visi:
Terbentuknya pribadi muslim
Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan
bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan
cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Misi:
1.
Menghimpun dan
membina mahasiswa Islam sesuai dengan asas dan tujuan PMII serta peraturan
perundang-undangan dan paradigma PMII yang berlaku.
2.
Melaksanakan
kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang sesuai dengan asas dan tujuan PMII
serta upaya perwujudan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
IDEOLOGI PMII
Ideologi merupakan aspek dominan
dari organisasi PMII yang berisi pandangan hidup, cita-cita serta sistem nilai
yang memberikan arah terhadap tingkah laku dari setiap anggota PMII. PMII
beraqidah Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah dan atas dasar aqidah itulah
PMII dengan penuh kesadaran berideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Aqidah dan ideologi tersebut merupakan faktor pendorong
dan penggerak dalam proses pembinaan pengembangan dan perjuangan organisasi sekaligus
sebagai dasar berpijak dalam menghadapi proses perubahan dan
goncangan-goncanggan di tengah-tengah masyarakat. Pandangan terhadap wacana
Islam yang inklusif dan paradigma kritis transformatif dalam membangun
masyarakat, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam diri PMII.
LAMBANG DAN MAKNA LAMBANG PMII
Pencipta lambang PMII adalah : H.
Said Budairi.
Bentuk Lambang
dan Makna Filosofinya
1.
Perisai, berarti
ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam Indonesia terhadap tantangan dan
pengaruh dari luar.
2.
Bintang, adalah perlambang ketinggian dan semangat cita-cita
yang selalu memancar.
3. 5 bintang,
Rosulullah beserta 4 sahabatnya (Khulafa’ur Rasyidin)
4.
4 Bintang sebelah bawah menggambarkan 4 madzhab yang berhaluan
Ahlussnnah wal Jama’ah.
5.
Jumlah bintang sembilan
yang ada dalam gambara mempunyai arti ganda :
· Rosulullah dan 4
orang sahabat dan 4 orang imam madzhab itu laksana bintang yang selalu bersinar
cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan
penerang umat manusia.
·
Sembilan pemuka agama yang datang ke Indonesia yang
disebut Wali Songo.
Warna Lambang dan Makna Filosofinya
a. Biru, sebagaimana
tulisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali
oleh warga pergerakan.
b. Biru juga
menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan satu kesatuan.
c. Biru muda,
sebagaimana dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian pengetahuan, budi
pekerti dan taqwa.
d. Kuning,
sebagaimana dasar perisai sebelah atas, berarti identitas kemahasiswaan yang
menjadi dasar pergerakan lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala
serta penuh harapan menyongsong masa depan.
0 komentar:
Posting Komentar